Selasa, 25 Agustus 2020

"Hukum Budaya 'Nyadran'."

Oleh : Al-Habib Muhammad Shulfi Bin Abu Nawar Alaydrus, S.Kom (Pimpinan Majlis Ta'lim Nurussa'adah, Joglo).

'Nyadran' merupakan reminisensi dari upacara 'Sraddha' Hindu yang dilakukan pada zaman dahulu kala. Tetapi ada juga yang mengatakan bahwa nyadran itu berasal dari bahasa Arab 'نذرا' yang artinya nadzar, kosa kata 'nadzran' kemudian dibaca dengan dialek Jawa menjadi 'nyadran'. Nyadran juga terkadang dinamakan sedekah laut. Dulu tradisi nyadran dilakukan masyarakat pantai, sedangkan tradisi sedekah bumi dilakukan masyarakat petani. Tetapi sekarang tradisi penyembelihan kambing oleh masyarakat petani juga dinamakan nyadran.

Apabila penyembelihan kambing yang disebut Nyadran atau sedekah bumi itu diniati sebagai rasa syukur kepada Allah Ta'aalaa atas nikmat yang dilimpahkan-Nya berupa tumbuh-nya tanaman padi yang subur dan berupa keadaan bumi yang aman dari malapetaka karena Allah, dan tidak diniati sebagai sesaji kepada 'Dewi Sri', atau kepada para dewa, atau para danyang, maka hukum-nya diperbolehkan, tidak diharamkan.

Tetapi apabila diniati sebagai sesaji kepada 'Dewi Sri', kepara para dewa, atau para danyang, atau diniati sebagai persembahan kepada jin penjaga keamanan desa, maka hukum-nya haram karena mengandung nilai kemusyrikan.

Terlebih lagi, apabila kerbau, sapi, atau kambing yang telah disembelih itu kemudian kepala-nya ditanam didalam bumi, maka hukum-nya juga haram, karena membuang harta yang bermanfaat itu termasuk menyia-nyiakan harta benda (تضييع المال).

Dengan demikian, dapat diketahui bahwa hukum haram-nya nyadran itu bukan haram mutlak, tetapi haram bersyarat (muqoyyad). Dan penentuan hukum tradisi seperti nyadran dan sedekah bumi itu tergantung kepada tujuan-nya. Ada kaidah fiqhiyah yang berbunyi :

للوسائل حكم المقاصد

Artinya : "Perbuatan yang berupa sarana itu hukum-nya sama dengan tujuan-nya."

Apabila ada yang mengatakan bahwa nyadran itu haram mutlak, karena berasal dari budaya Hindu, maka perkataan itu tidak benar. Tidak semua yang berasal dari Non-Islam itu diharamkan. Hukum Qishas yang disyariatkan oleh Nabi SAW itu berasal dari kaum Jahiliyah, tetapi malah diharuskan, tidak dilarang karena berdasarkan asal-usulnya.

Sesaji bukanlah ajaran Islam dan tujuan-nya sudah menyimpang dari Islam, yaitu hewan yang disembelih atau makanan yang tersedia itu diperuntukkan kepada para dewa, arwah-arwah tertentu, atau para danyang, dan dilakukan hanya menurut kepercayaan orang tua, tanpa berdasarkan kepada dasar-dasar agama Islam.

Referensi :

قال الله تعالى : وَلاَتَدْعُ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ مَا لاَ يَنْفَعُكَ وَلاَ يَضُرُّكَ فَاِنْ فَعَلْتَ فَاِنَّكَ اِذًا مِنَ الظَّالِمِيْنَ ، يونس١٠٦

Allah Ta'aalaa, berfirman : "Dan janganlah kamu memohon (beribadah) kepada selain Allah, akan apa yang tidak memberi manfaat dan tidak pula memberi madharat, sebab jika kamu berbuat demikian, maka sesungguh-nya kamu termasuk orang-orang yang zhalim."

عن أنس بن مالك رضي الله عنه انه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم : اَلصَّدَقَةُ تَمْنَعُ سَبْعِيْنَ نَوْعًا مِنَ اَنْوَاعِ الْبَلاَءِ اَهْوَنُهَا الْجَدَامُ وَالْبَرص ، حديث مرفوع

Dari Anas Bin Malik RA, bahwasa-nya dia berkata, Rasulullah SAW bersabda : "Shadaqah itu dapat menolak tujuh puluh macam bala' (bencana), yang paling ringan ialah penyakit kusta dan belang (Sopak)."

عن طارق بن شهاب، أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: دخل الجنة رجل في ذباب، ودخل النار رجل في ذباب ، قالوا: وكيف ذلك يا رسول الله؟! قال: مر رجلان على قوم لهم صنم لا يجوزه أحد حتى يقرب له شيئاً، فقالوا لأحدهما قرب قال: ليس عندي شيء أقرب قالوا له: قرب ولو ذباباً، فقرب ذباباً، فخلوا سبيله، فدخل النار، وقالوا للآخر: قرب، فقال: ما كنت لأقرب لأحد شيئاً دون الله عز وجل، فضربوا عنقه ف
دخل الجنة ، رواه أحمد

Dari Thariq Bin Syihab menuturkan bahwa Rasulullah SAW bersabda : 'Ada seseorang masuk surga karena seekor lalat, dan ada seseorang yang masuk neraka karena seekor lalat pula.' Para sahabat bertanya : 'Bagaimana hal itu, yaa Rasulallah.' Beliau SAW menjawab : 'Ada dua orang berjalan melewati suatu kaum yang mempunyai berhala, tidak seorang pun boleh melewati berhala itu sebelum mempersembahkan Qurban kepada-nya. Ketika itu, berkatalah mereka kepada salah seorang dari kedua orang tersebut, 'Persembahkanlah Qurban kepada-nya.'' Dia menjawab : 'Aku tidak mempunyai sesuatu yang dapat ku persembahkan sebagai Qurban kepada-nya.' Mereka pun berkata kepada-nya lagi : 'Persembahkan, sekalipun hanya seekor lalat.'

Lalu orang tersebut mempersembahkan seekor lalat dan merekapun memperkenankan dia untuk meneruskan perjalanan-nya. Maka orang itu masuk neraka karena lalat. Kemudian berkatalah mereka kepada seorang yang satu-nya lagi : 'Persembahkanlah Qurban kepada-nya.' Dia menjawab : 'Aku tidak akan mempersembahkan Qurban kepada selain Allah Azza Wa Jalla.' Kemudian mereka memenggal leher-nya. Karena-nya, orang ini masuk surga.' [H.R.Ahmad].

Sumber : https://pcnukendal.id/hukum-nyadran-dan-sedekah-bumi/

Penulis : Ghozali Hasan Siregar Almandili.