Dimasa Khilafah Abbasiyah, jama'ah juga gagal berangkat Haji. Dimasa Khalifah Al-Qadir Billah (Abbasiyah), jama'ah haji pada tahun 384 H dihadang oleh Arab Badui untuk melintasi wilayah. Muslim dari Irak dan Syam gagal menunaikan ibadah haji. Hanya penduduk Mesir yang berhasil melewati rintangan itu. [Buku Islam Yes, Khilafah No, Jilid II, Karya Nadirsyah Husein].
Dimasa Khalifah Al-Mustanjid (Abbasiyah) ada konflik antara Amir Mekkah dengan Amirul Hajj sehingga terjadi pertumpahan darah. Akibat-nya jama'ah haji tidak bisa memasuki Mina dan Mekkah, sehingga tidak bisa menyelesaikan ibadah haji mereka. [Buku Islam Yes, Khilafah No, Jilid II, Karya Nadirsyah Husein].
Selama 4 tahun dimasa Khalifah Ar-Radhi, ummat tidak bisa berangkat haji. Mekkah tidak lagi dikuasai sepenuh-nya oleh Khalifah Abbasiyah di Baghdad. Hajar Aswad pun masih belum kembali ke tempat semula-nya di Kakbah, karena juga dicuri pemberontak. [Buku Islam Yes, Khilafah No, Jilid II, Karya Nadirsyah Husein].
Jama'ah gagal berangkat haji karena faktor keamanan dan kenyamanan itu bukan hanya terjadi dimasa NKRI (2020 - 2021 M, akibat dampak Corona Virus - Covid-19), tapi juga terjadi dimasa khilafah dulu. Karena syarat aman tidak terpenuhi, gugur kewajiban melaksanakan-nya pada masa tersebut.
Setelah Pemerintah Indonesia resmi mengumumkan tahun ini (2021 M) tidak memberangkatkan jama'ah haji seperti tahun lalu (2020 M), berbagai reaksi bermunculan. Ada yang bisa memahami keadaan, ada yang kecewa, bahkan ada yang lebih keras dengan mengaitkan kejadian ini sebagai tanda datang-nya hari kiamat dengan menulis sebuah hadits :
ﻻ ﺗﻘﻮﻡ اﻟﺴﺎﻋﺔ ﺣﺘﻰ ﻻ ﻳﺤﺞ اﻟﺒﻴﺖ (ﻋ ﻛ) ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﺳﻌﻴﺪ.
Artinya : "Kiamat tidak akan terjadi hingga Kakbah tidak dikunjungi untuk Ibadah Haji." [H.R.Abu Ya'la dan Hakim, dari Abu Hurairah].
Namun bagi K.H.Ma'ruf Khozin, hal ini tentu tidak sebegitu menakutkan. Sebab ketika dipesantren kita akan banyak menemukan dibagian bab akhir Kitab Fiqih tentang Fardhu Kifayah, kewajiban kolektif. Kalau ada sebagian ummat Islam yang menjalankan maka gugur bagi yang lain-nya. Seperti dijelaskan dalam Madzhab Syafi'i :
ﻭﻣﻦ ﻓﺮﻭﺽ اﻟﻜﻔﺎﻳﺔ ﺇﺣﻴﺎء اﻟﻜﻌﺒﺔ ﺑﺎﻟﺤﺞ ﻓﻲ ﻛﻞ ﺳﻨﺔ
Artinya : "Diantara Fardhu Kifayah adalah menghidupkan Kakbah dengan Ibadah Haji setiap tahun." [Kitab Raudhatuth-Thalibin, 10/221].
ﻭﻋﺒﺎﺭﺓ ﺷﻴﺨﻨﺎ اﻟﺰﻳﺎﺩﻱ : ﻭﻻ ﻳﺸﺘﺮﻁ ﻓﻲ اﻟﻘﻴﺎﻡ ﺑﺈﺣﻴﺎء اﻟﻜﻌﺒﺔ ﻋﺪﺩ ﻣﺨﺼﻮﺹ ﻣﻦ اﻟﻤﻜﻠﻔﻴﻦ
Artinya : "Redaksi Guru kami, Azzayyadi : 'Untuk Ibadah Haji tidak ada syarat bilangan tertentu dari orang yang sudah berkewajiban ibadah.'" [Kitab Hasyiah Tuhfah, 8/49].
Secara Fiqih, andaikan yang melakukan ibadah haji hanya bagi penduduk negara Arab Saudi saja sudah cukup seperti tahun lalu, yang terpenting tidak sampai libur haji dari seluruh ummat Islam.
• Terkait kewajiban mengikuti Pemerintahan yang sah, K.H.Maimoen Bin K.H.Zubair Dahlan sering menggunakan kutipan Asy-Syaikh Qurthubi, 'ulama ahli tafsir :
قَالَ سَهْلُ بْنُ عَبْدِ اللهِ التُّسْتُرِي : أَطِيْعُوْا السُّلْطَانَ فِي سَبْعَةٍ : ضَرْبِ الدَّرَاهِمِ وَالدَّنَانِيْرِ، وَالْمَكَايِيْلِ وَالْاَوْزَانِ، وَالْاَحْكَامِ وَالْحَجِّ وَالْجُمْعَةِ وَالْعِيْدَيْنِ وَالْجِهَادِ.
Artinya : "Sahal Bin Abdullah Attusturi berkata : 'Patuhi Pemerintah dalam 7 hal: (1). Pemberlakuan mata uang, (2). Alat timbang, (3). Hukum, (4). Ibadah Haji, (5). Jumu'at, (6). Hari raya, (7). Jihad.'" [Al-Qurthubi, 5/259].
Penulis : Ghozali Hasan Siregar Almandili.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar