Oleh : Dr.Abdi Kurnia Djohan, SH, MH (Dosen Pasca Sarjana di Universitas Indonesia [UI] dan Wakil Sekretaris LDNU 2015-2020).
Muballigh itu bukan 'Ulama. Karena untuk menyampaikan ceramah agama, yang dibutuhkan adalah kepandaian retorika. Saya pernah bertemu penceramah yang bisa dikatakan ilmu-nya (hanya) itu-itu saja. Tiga kali saya ikuti ceramah-nya, yang disampaikan itu-itu lagi. Candaan-nya tidak jauh dari selangkangan perempuan. Sampai-sampai saya hafal dikalimat mana dia akan melempar Joke-nya.
Jika dilihat dari persentase-nya, jumlah muballigh saat ini mengalahkan jumlah 'ulama. Namun sayang-nya, masyarakat kita tidak bisa membedakan muballigh dan 'ulama ('Alim). Penilaian-nya dipukul rata; pintar dalil, pandai bicara, dan penampilan meyakinkan bak Wali Sanga sudah pasti dianggap 'alim, walaupun hakikat-nya dilevel muballigh.
Sedangkan seorang 'alim, jauh dari kesan-kesan publisitas dan glamor seperti itu. Kealiman seseorang tidak diukur dari kepandaian-nya beretorika. Buya Hamka dan Mu'allim Syafi'i Hadzami merupakan contoh 'alim yang tidak pandai beretorika. Mu'allim Syafi'i Hadzami, menurut penuturan beberapa murid-nya, jika menyampaikan ceramah tidak menarik. Sebab, beliau tidak pandai memanipulasi ucapan dengan gimmick dan gesture yang menarik perhatian.
Tapi itu bukan berarti Mu'allim Syafi'i Hadzami tidak berilmu. Keilmuan beliau diketahui sangat luas. Beliau dikenal sebagai satu dari sekian banyak 'ulama Indonesia yang Mutafannin (menguasai banyak disiplin dan detail ilmu agama). Fatwa-fatwanya yang diberi judul 'Taudlihul Adillat' (penjelasan dalil-dalil) menggambarkan kedalaman ilmu Mu'allim Syafi'i Hadzami.
Selain dari kedua 'ulama diatas, Mbah Kiai Sahal (K.H.Sahal Mahfudz) juga dikenal sebagai mutafannin yang tidak pandai retorika. Secara umum, jumlah 'ulama yang pandai retorika tidaklah banyak. Namun, sekali lagi retorika itu bukan ukuran kealiman. Ukuran kealiman yang pertama adalah konsistensi (istiqamah) dengan ajaran yang disampaikan. Dan ini merupakan parameter yang berat.
Penulis : Ghozali Hasan Siregar Almandili.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar