Selasa, 06 Agustus 2019

"Hukum Bayi Tabung."

A. Pertanyaan.

Bagaimana hukum-nya mengerjakan proses Bayi Tabung. Bayi Tabung ialah bayi yang dihasilkan bukan dari persetubuhan, tetapi dengan cara mengambil Mani' atau Sperma laki-laki dan Sel Telur wanita, lalu dimasukkan ke dalam suatu alat dalam waktu beberapa hari lama-nya. Setelah hal tersebut dianggap mampu menjadi janin, maka dimasukkan kedalam rahim Ibu.

B. Jawaban.

Hukum-nya Tafsil (terperinci) sebagai berikut :

• Apabila Sperma yang ditabung dan yang dimasukkan ke dalam rahim wanita tersebut ternyata bukan Sperma suami-istri, maka hukum-nya Haram.

• Dan apabila Sperma atau Mani' yang ditabung tersebut Sperma suami-istri, tetapi cara mengeluarkan-nya tidak Muhtaram, maka hukum-nya juga Haram.

• Bila Sperma yang ditabung itu Sperma atau Mani' suami-istri dan cara mengeluarkan-nya Muhtaram, serta dimasukkan ke dalam rahim istri sendiri maka hukum-nya Boleh.

C. Keterangan.

Mani' Muhtaram adalah yang keluar atau dikeluarkan dengan cara yang diperbolehkan oleh Syara'.

Tentang anak yang dihasilkan dari Sperma tersebut dapat Ilhaq atau tidak kepada pemilik Mani', terdapat perbedaan pendapat antara Imam Ibnu Hajar dan Imam Ramli.

Menurut Imam Ibnu Hajar tidak bisa Ilhaq kepada pemilik Mani' secara Mutlaq (baik Muhtaram atau tidak). Sedang menurut Imam Ramli anak tersebut dapat Ilhaq kepada pemilik Mani' dengan syarat keluar-nya mani tersebut harus Muhtaram.

D. Dasar Pengambilan Dalil.

• Kitab Al-Jami'ush-Shaghir, Hadits No.8030 :

مامن ذنب بعد الشرك أعظم عند الله من نطفة وضعها رجل فى رحم لايحل له. رواه ابن الدنا عن الهشيم بن مالك الطائ الجامع الصغير

Artinya : "Tidak ada dosa yang lebih besar setelah Syirik (menyekutukan Allah) disisi Allah dari pada Mani'-nya seorang laki-laki yang ditaruh pada rahim wanita yang tidak halal bagi-nya."

[H.R.Ibnu Abiddunya, dari Hasyim Bin Malik Ath-Tha'i].

• Kitab Hikmatu Tasyri' Wal Safatuhu, Jilid II, Hal.48 :

من كان يؤمن بالله واليوم الأخر فلا يسقين ماءه زرع أخيه

Artinya : "Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan sekali-kali menyiram air (Mani'-nya) pada lahan tanaman (rahim) orang lain."

• Kitab Al-Qolyubi, Jilid IV, Hal.32 :

ولو أتت بولد عُلِمِ أنه ليس منه مع إمْكَانِه مِنْهُ ( لَزِمَهُ نَفْيُهُ ) لِأَنَّ تَرْكَ النَّفْيِ يَتَضَمَّنُ اسْتِلْحَاقَ مَنْ لَيْسَ مِنْهُ حَرَامٌ.

Artinya : "Apabila seorang perempuan datang dengan membawa anak, dan diketahui bahwa anak tersebut bukan dari suami-nya, dan dapat mungkin dari suami-nya (namun secara yakin tidak dari suami-nya). Maka wajib meniadakan (menolak mengakui), karena bila tidak dilaksanakan penolakan, dapat dimasukan nasab dari orang yang tidak Haram (suami-nya)."

• Kitab Bujairimi Iqna', Jilid IV, Hal.36 :

( الحاصل ) المراد بالمنى المحترام حال خروجه فقط على ما اعتمده مر وان كان غير محترم حال الدخول، كما اذا احتلم الزوج وأخذت الزوجة منيه فى فرجها ظانة أنه من منىّ اجنبى فإن هذا محترم حال الخروج وغير محترم حال الدخول وتجب العدة به إذا طلقت الزوجة قبل الوطء على المعتمد خلافا لإبن حجر لأنه يعتبر أن يكون محترما فى الحالين كماقرره شيخنا.

Artinya : "(Kesimpulan) yang dimaksud Mani Muhtaram (mulia) adalah pada waktu keluar-nya saja, seperti yang dikuatkan Imam Ramli, meskipun tidak Muhtaram pada waktu masuk. Contoh : Suami bermimpi keluar Mani', dan istri-nya mengambil-nya (air Mani' tersebut) lalu dimasukkan ke Farji (kemaluan)-nya dengan persangkaan bahwa air Mani' tersebut milik laki-laki lain (bukan suami-nya) maka hal ini dinamakan Mani' Muhtaram keluar-nya, tapi tidak Muhtaram waktu masuk-nya ke Farji, dan dia wajib punya Iddah (masa penantian) jika suami-nya menceraikan sebelum disetubui. Menurut yang Mu'tamad, berbeda dengan pendapat-nya Imam Ibnu Hajar yang mengatakan, kriteria-nya harus Muhtaram kedua-nya (waktu masuk dan keluar) seperti ketetapan dari Syaikhunaa (Rafi'i Nawawi)."

• Kitab Kifayatul Akhyar, Jilid II, Hal.113 :

لو إستمنى الرجل منية بيد امرأته او امته جاز لأنها محل استمتاعها

Artinya : "Jika seorang suami sengaja mengeluarkan air Mani'-nya dengan perantara tangan istri-nya, atau tangan perempuan amat-nya, maka Boleh. Karena perempuan tersebut tempat Istima' (senang-senang) bagi seorang suami."

Sumber : Bahtsul Masa'il NU (Nahdlatul 'Ulama).

---

Keterangan : Ilhaq itu menyamakan DNA atau Nasab (menurut Gurunda Al-Habib Muhammad Shulfi Bin Abu Nawar Alaydrus).

Penulis : Ghozali Hasan Siregar Almandili.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar