Jumat, 06 September 2019

"Aqiqah Bagi Orang Yang Sudah Baligh (Dewasa)."

Hukum-nya Aqiqah adalah Sunnah Mu'akkadah, sunnah yang dikuatkan. Disunnahkan di Aqiqah pada hari ke-7, atau ke-14, atau ke-21 dan kelipatan 7.

Jika seorang ayah tidak mengaqiqahkan anak-nya maka anak tersebut tergadaikan.

رسول الله صلى الله عليه وسلم قَالَ : كُلُّ غُلاَمٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُحْلَقُ وَيُسَمَّى.

Dari Samurah Bin Jundub, Rasulullah SAW bersabda : 'Setiap anak tergadaikan dengan Aqiqah-nya, disembelihkan untuk-nya pada hari ketujuh, digundul rambut-nya, dan diberi nama.'

[H.R.Abu Dawud, No.2838. Annasai, No.4220. Ibnu Majah, No.3165. Ahmad 5/12].

'Ulama menafsirkan kata 'Tergadai' dengan beragam pendapat; ada yang mengatakan jika si anak meninggal sebelum dewasa (Baligh) dan belum di Aqiqah, maka orang tua-nya tidak bisa mendapatkan syafa'at dari si anak.

Ada yang mengatakan maksud tergadaikan, terselamatkan dari bahaya bagi si anak.Ada juga yang mengatakan tergadaikan, yaitu belum selamat dari (kekangan) setan. Dan lain-lain.

Jika orang tua-nya tidak mampu mengaqiqahkan anak-nya, maka tidak berdosa, tetapi belum gugur sunnah Aqiqah-nya. Jika si anak sudah dewasa, jika diri-nya mampu untuk mengaqiqahkan diri-nya sendiri untuk menggugurkan sunnah mengaqiqahkan atas diri-nya sendiri maka tidak mengapa, alias dibolehkan.

Al-Imam Nawawi didalam Kitab Al-Majmu', Hal.8/412, berkata :

قَالَ أَصْحَابُنَا : وَلَا تَفُوتُ بِتَأْخِيرِهَا عَنْ السَّبْعَةِ. لَكِنْ يُسْتَحَبُّ أَنْ لَا يُؤَخِّرَ عَنْ سِنِّ الْبُلُوغِ. قَالَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْبُوشَنْجِيُّ مِنْ أَئِمَّةِ أَصْحَابِنَا : إنْ لَمْ تُذْبَحْ فِي السَّابِعِ ذُبِحَتْ فِي الرَّابِعَ عَشَرَ، وَإِلَّا فَفِي الْحَادِي وَالْعِشْرِينَ، ثُمَّ هَكَذَا فِي الْأَسَابِيعِ. وَفِيهِ وَجْهٌ آخَرُ أَنَّهُ إذَا تَكَرَّرَتْ السَّبْعَةُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ فَاتَ وَقْتُ الِاخْتِيَارِ. قَالَ الرَّافِعِيُّ : فَإِنْ أَخَّرَ حَتَّى بَلَغَ سَقَطَ حُكْمُهَا فِي حَقِّ غَيْرِ الْمَوْلُودِ. وَهُوَ مُخَيَّرٌ فِي الْعَقِيقَةِ عَنْ نَفْسِهِ قَالَ : وَاسْتَحْسَنَ الْقَفَّالُ وَالشَّاشِيُّ أَنْ يَفْعَلَهَا، لِلْحَدِيثِ الْمَرْوِيِّ أَنَّ النَّبِيَّ صلىوسلمُ : عَقَّ عَنْ نَفْسِهِ بَعْدَ النُّبُوَّةِ" وَنَقَلُوا عَنْ نَصِّهِ فِي "الْبُوَيْطِيِّ" أَنَّهُ لَا يَفْعَلُهُ وَاسْتَغْرَبُوهُ. هَذَا كَلَامُ الرَّافِعِيِّ وَقَدْ رَأَيْت أَنَا نَصَّهُ فِي "الْبُوَيْطِيِّ" قَالَ : وَلَا يَعُقُّ عَنْ كَبِيرٍ. هَذَا لَفْظُهُ بِحُرُوفِهِ نَقَلَهُ مِنْ نُسْخَةٍ مُعْتَمَدَةٍ عَنْ الْبُوَيْطِيِّ وَلَيْسَ هَذَا مُخَالِفًا لِمَا سَبَقَ. ؛ لِأَنَّ مَعْنَاهُ "لَا يَعُقُّ عَنْ الْبَالِغِ غَيْرُهُ" وَلَيْسَ فِيهِ نَفْيُ عَقِّهِ عَنْ نَفْسِهِ.

'Ulama Syafi'iyah menyatakan : 'Mengakhirkan Aqiqah dari hari ketujuh tidak dianggap terlambat. Akan tetapi disunnahkan tidak mengakhirkan-nya sampai usia Aqil Baligh.'

Abu Abdillah Al-Busyanji, salah satu 'ulama madzhab Syafi'i, berkata : 'Apabila Aqiqah tidak dilakukan pada hari ketujuh maka dilakukan di hari ke-14, kalau tidak pada hari ke-21, demikian seterus-nya kelipatan tujuh. Ada pendapat lain bahwa apabila tujuh berulang sampai tiga kali maka habislah masa memilih.'

Imam Rofi'i berkata : 'Apabila mengakhirkan Aqiqah sampai Aqil Baligh maka gugur hukum Aqiqah bagi selain anak yang lahir. Ia boleh Aqiqah untuk dir-inya sendiri.' Imam Rafi'i berkata : 'Al-Qaffal dan Al-Syasyi menganggap baik melakukan-nya (Aqiqah untuk diri sendiri) berdasarkan Hadits yang diriwayatkan bahwa Nabi mengaqiqahi diri-nya sendiri setelah kenabian. Para perawi menukil dari Al-Buwaiti bahwa Nabi tidak melakukan-nya dan menganggap Hadits ini Gharib (Dha'if). Ini pendapat Rofi'i.'

Saya (Al-Imam Nawawi) telah melihat sendiri teks pendapat ini dalam Al-Buwaiti, ia berkata : 'Tidak perlu Aqiqah untuk orang yang sudah Baligh.'

Ini kutipan langsung yang dikutip oleh Al-Buwaiti dari naskah yang dapat dipercaya dan ini tidak berlawanan dengan keterangan yang sudah lalu, karena maksud-nya adalah 'Orang Baligh tidak perlu diaqiqahi oleh orang lain.' Ini bukan berarti melarang orang Baligh beraqiqah untuk diri-nya sendiri.

Penulis : Ghozali Hasan Siregar Almandili.

Jumat, 30 Agustus 2019

"Ancaman Nabi SAW Untuk Pembenci Arab."

Oleh : Dr.Abdi Kurnia Djohan, SH, MH (Dosen Pasca Sarjana di Universitas Indonesia [UI] dan Wakil Sekretaris LDNU 2015-2020).

Asy-Syaikh Yasin Bin Isa Alfadani meriwayatkan hadits dari Kiai Shiddiq Lasem (Ayah dari Kiai Ahmad Shiddiq, Rais 'Aam PBNU era 80-an), dari jalur Salman Alfarisi RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda :

تبغض العرب تبغضني

Artinya : "Kamu membenci Arab, berarti kamu membenci Aku."

[Riwayat Imam Al-Hakim, didalam Al-Mustadrak].

Penulis : Ghozali Hasan Siregar Almandili.

"Hukum Memperingati Pergantian Tahun Hijriah."

Oleh : K.H.Ma'ruf Khozin (Direktur Aswaja NU Center, Jawa Timur).

Jika memperingati malam Tahun Baru Islam adalah bid'ah, maka bid'ahkan juga kalender Hijriyah.

Sebab dimasa Nabi tidak ada sistem penghitungan tahun menggunakan kejadian Hijrah. Pakailah penghitungan tahun seperti dimasa Nabi.

Dahulu penghitungan tahun menggunakan nama kejadian, seperti Tahun Gajah (sebelum Nabi lahir ada pasukan Abrahah yang akan menghancurkan Kakbah dengan menaiki Gajah), Tahun Kesedihan (karena paman dan istri Nabi wafat hampir bersamaan) dan sebagai-nya.

Hijriyah baru ditetapkan dimasa Amirul Mukminin Sayyidinaa Umar Bin Khattab :

ﺟَﻤَﻊَ ﻋُﻤَﺮُ اﻟﻨَّﺎﺱَ ﻓَﺴَﺄَﻟَﻬُﻢْ ﻣِﻦْ ﺃَﻱِّ ﻳﻮﻡ ﻳُﻜْﺘَﺐُ اﻟﺘَّﺎﺭِﻳﺦُ؟ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﻋَﻠِﻲُّ ﺑْﻦُ ﺃَﺑِﻲ ﻃَﺎﻟِﺐٍ : «ﻣِﻦْ ﻳَﻮْﻡِ ﻫﺎﺟﺮ ﺭَﺳُﻮﻝُ اﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ اﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻭَﺗَﺮَﻙَ ﺃَﺭْﺽَ اﻟﺸِّﺮْﻙِ» ﻓَﻔَﻌَﻠَﻪُ ﻋُﻤَﺮُ ﺭَﺿِﻲَ اﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻨْﻪُ

Artinya :

"Umar mengumpulkan ummat Islam dan bertanya : 'Sejak hari apa Tahun akan dicatat??' Maka Ali Bin Abi Thalib mengusulkan : 'Sejak Rasulullah SAW Hijrah meninggalkan tanah kesyirikan.' Kemudian Umar melakukan-nya."

[Riwayat Al-Hakim].

Penulis : Ghozali Hasan Siregar Almandili.

Sabtu, 24 Agustus 2019

"Amalan Agar Tidak Susah Bangun Tidur (Kebluk)."

Oleh : Baginda K.H.Rizqi Dzulqarnain Ashmat Albatawi, MA (Pimpinan Yayasan Al-Mu'afah, Jln.Tipar Cakung).

Al-Imam Abul Qasim Khalaf Bin Abdul Malik Bin Mas'ud Bin Basykual Al-Andalusi (Wafat 578 H) telah meriwayatkan dari Al-Imam Al-Abdusi Arrazi, Beliau menyebutkan amalan untuk meminimalisir tidur dengan cara membaca ayat dibawah ini ditempat pembaringan sebelum tidur :

ان الله و ملائكته يصلون على النبي يا ايها الذين آمنوا صلوا عليه و سلموا تسليما

Artinya : "Sesungguh-nya Allah dan Malaikat-Malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepada-nya."

[Q.S.Al-Ahzab : 56].

Dengan izin Allah Ta'aalaa, maka orang tersebut tidak susah bangun (kebluk) dalam tidur-nya.

[Dikutip dari Kitab Ittihaful Amajid Bi Nafaisil Fawaid, Jilid II, Hal.98, karya Al-Qadhi Abu Munyah Asy-Syakunji Attijani].

Penulis : Ghozali Hasan Siregar Almandili.

Minggu, 18 Agustus 2019

"Hukum Bersalaman Setelah Selesai Shalat."

A. Pertanyaan.

Selesai shalat, baik berjama'ah atau Munfarid (sendirian), kita disunnahkan membaca Istighfar 3 kali dan seterus-nya (wirid singkat atau panjang). Tetapi banyak juga dibeberapa tempat, sehabis salam, jama'ah langsung mengajak bersalaman tangan orang-orang yang berada disebelah kiri, kanan, depan, dan belakang, kemudian baru wiridan.

B. Jawaban.

Berjabatan tangan setelah shalat sebelum wiridan, adakala-nya merupakan Bid'ah yang diperbolehkan dan adakala-nya disunnahkan.

Kitab Bughyatul Musytarsyidin, Hal.50 :

(فَائِدَةٌ) المُصَافَحَةُ المُعْتَدَةُ بَعْدَ صَلاَتَيِ الصُبْحِ وَالعَصْرِ لاَ أصْلَ لَهَا, وَذَكَرَ ابْنُ عَبْدِ السَّلاَمِ أنَّهَا مِنَ البِدَعِ المُبَاحَةِ او اسْتَحْسَنَهُ النَّوَاوِيُّ. وَيَنْبَغِى التَّفْصِيْلُ بَيْنَ مَنْ كَانَ مَعَهُ قَبْلَ الصَّلاَةِ فَمُبَاحَةٌ وَمَنْ لَمْ يَكُنْ مَعَهُ فَمُسْتَحَبَّةٌ. إذِ هِيَ سُنَّةٌ عِنْدَ اللِّقَاءِ إِجْمَاعًا.

Artinya : "(Faidah) Berjabatan tangan yang biasa dilakukan setelah shalat Shubuh dan shalat Ashar adalah sama sekali tidak ada dasarn-ya. Ibn Abdis Salam menyebutkan bahwa jabatan tangan tersebut adalah termasuk Bid'ah yang diperbolehkan atau yang dianggap bagus oleh Al-Imam Nawawi. Sepatut-nya diperinci diantara orang yang beserta dia sebelum shalat, maka jabatan tangan diantara kedua-nya sesudah shalat tersebut adalah Mubah. Dan orang yang tidak beserta dia sebelum shalat, maka hukum-nya sunnah. Karena jabatan tangan itu disunnahkan secara Ijma' (kesepakatan para 'ulama) pada waktu bertemu."

[Sumber : Bahtsul Masa'il NU (Nahdlatul 'Ulama)].

Penulis : Ghozali Hasan Siregar Almandili.

Rabu, 14 Agustus 2019

"Hadits Menghadiri Haul Orang 'Alim Dari Kalangan Ahlul Bait."

Hadits Musalsal Bil Awwaliyyah.

الحافظ المسند القطب الحبيب عبد الله بلفقية عن الامام الحبر القطب الحبيب عبد القادر بلفقية عن الشيخ بدر الدين الدمشقي عن الشيخ عبد الرحمن البرزنجي عن الشيخ عبد الرحمن الزمزمي عن الشيخ يحيى بن صراد عن الشيخ عبد الحكم بن عيسى الظامى عن الشيخ يحيى بن ابراهم الترمذي عن الشيخ ابى بكر الهندوانى عن الشيخ محمد بن موسى التبريزى عن الشيخ عبدالرحمن بن اسحاق عن الشيخ يحيى بن ابى بكر عن الشيخ صرين بن اخضر عن الشيخ عبد الرحمن الكوكبى عن الشيخ محمد بن موسى الجهدى عن الشيخ محمد بن ابراهم عن الشيخ ابى المخالط عن الشيخ عيسى بن موسى الملقب بابى الفواريس عن الشيخ ابى يحيى الصفارعن النضر بن شميل عن ابيه عن جده عن النبى صلى الله عليه وسلم قال : "من احيا اسم العالم واحبه وحضر جلوسه ذكرا ومن حضر ذكرى عالم من اهل بيتى وحملة سنتى فى زمان الحرج والمرج اطال الله عمره وكأنما حج معى مائة حجة مقبولة." الحديث او كما قال.

Artinya :

Nabi Muhammad SAW, bersabda : "Siapa yang menghidupkan nama orang 'alim dan mencintai-nya dan menghadiri majlis-nya. Dan siapa yang menghadiri Haul-nya orang 'alim dari pada Ahlil Bait Ku yang mengemban sunnah-sunnah Ku (Ahli Hadits) dizaman yang hiruk-pikuk atau banyak kegaduhan (penuh dengan fitnah), maka Allah SWT akan panjangkan umur-nya, dan pahala-nya seakan-akan ia berhaji bersama Ku 100 kali ibadah Haji yang diterima."

Penulis : Ghozali Hasan Siregar Almandili.

"Obat Mengusir Flu."

Oleh : Baginda K.H.Rizqi Dzulqarnain Ashmat Albatawi, MA (Mu'assis Yayasan Al-Mu'afah, Jln.Tipar Cakung).

Flu atau Influenza adalah infeksi virus yang menyerang sistem pernafasan (sistem yang terdiri dari hidung, tenggorokan, dan paru-paru). Gejala-gejala flu yang biasa dirasakan diantara-nya adalah demam, sakit kepala, batuk-batuk, pegal-pegal, nafsu makan menurun, dan sakit tenggorokan.

Awal Alfaqir (Baginda K.H.Rizqi Dzulqarnain Ashmat Albatawi, MA) sampai di Maroko dipenghujung tahun 2011, ketika itu musim dingin dan banyak orang terjangkit flu. Alfaqir (Baginda K.H.Rizqi Dzulqarnain Ashmat Albatawi, MA) ternyata terjangkit juga penyakit tersebut (flu) selama berhari-hari.

Sengaja Alfaqir (Baginda K.H.Rizqi Dzulqarnain Ashmat Albatawi, MA) tidak berobat ke Dokter, mengingat berobat disana agak mahal. Ketika Alfaqir (Baginda K.H.Rizqi Dzulqarnain Ashmat Albatawi, MA) sampai di kota Aghadir, bertemu dengan sahabat Alfaqir (Baginda K.H.Rizqi Dzulqarnain Ashmat Albatawi, MA) yang bernama Assayyid Muhammad Albakri. Alfaqir (Baginda K.H.Rizqi Dzulqarnain Ashmat Albatawi, MA) menginap dikediaman Beliau selama dua hari, dan Beliau mengatakan bahwa obat yang mujarab untuk flu adalah : Ambil segenggam Gula Pasir, lalu jadikan Bukhur dipedupaan.

بخر بالسكر فهو شفاء للزكام.

Artinya : "Bakar Gula Pasir di pedupaan, lalu hirup asap-nya, itu menjadi obat Flu."

Alhamdulillah, dengan izin Allah, setelah Alfaqir (Baginda K.H.Rizqi Dzulqarnain Ashmat Albatawi, MA) amalkan kaifiat tersebut, penyakit flu pun tersembuhkan.

Penulis : Ghozali Hasan Siregar Almandili.

Senin, 12 Agustus 2019

"Bid'ah Dhalalah Dan Mazmumah."

Pertanyaan.

[1]. Ada yang mengatakan bahwa Bid'ah ada dua macam (Mahmudah dan Mazmumah), tolong diberi penjelasan dalil naqli-nya (Al-Qur'an dan Hadits)??

[2]. Bagaimana kaitan-nya dengan Hadits Nabi bahwa semua Bid'ah itu Dhalalah??

[3]. Andaikata ada perbedaan antara sabda Nabi dengan fatwa 'ulama, maka kedua-nya yang patut diikuti siapa??

Jawaban.

[1]. Berdasarkan Kitab I'anatuth-Thalibin, Juz 1, Hal.271 :

وَقَالَ ابْنُ حَجَرٍ فِى فَتْحُ الْمُبِيْنِ فِى شَرْحِ قَوْ لِهِ صَلَّى الله عَلَيهِ وَسَلَّمَ : مَنْ اَحْدَثَ فِى اَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ, مَا نَصُّهُ : قَلَ الشَافِعِيُّ رَضِيَ الله عَنْهُ : مَا اَحْدَثَ وَخاَلَفَ كِتَابًا اَوْ سُنَّةً اَوْ إجْمَاعًا أو أَثَرً فَهُوَ البِدْعَةُ الضَّالَّةُ وَمَا أَحْدَثَ مِنَ الخَيْرِ وَلَمْ يُخَالِفْ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ فَهُوَ البِدْعَةُ المَحْمُودَةُ.

Artinya :

"Ibnu Hajar berkata dalam Kitab Fathul Mubin dalam mensyarahi sabda Nabi Muhammad SAW : "Siapa yang mengadakan hal yang baru dalam urusan (agama) kami ini, apa saja yang tidak dari agama tersebut maka hal itu adalah tertolak." Apa yang dinyatakan : Al-Imam Asy-Syafi'i berkata : "Apa yang baru terjadi dan menyalahi Kitab Al-Qur'an atau Sunnah Rasul atau Ijma' atau ucapan sahabat, maka hal itu adalah Bid'ah yang Dhalalah. Dan apa yang baru terjadi dari kebaikan dan tidak menyalahi sedikitpun dari hal tersebut, maka hal itu adalah Bid'ah Mahmudah (terpuji).""

Sabda Nabi Muhammad SAW, yang diriwayatkan oleh Imam Addailami dalam Kitab Musnad Al-Firdaus :

كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ إلاَّ بِدْعَةً فِى عِبَادَةٍ

Artinya : "Setiap Bid'ah itu adalah sesat, kecuali Bid'ah dalam memperkuat ibadah."

[2]. Jika saudara mendalami ilmu bahasa Arab, niscaya anda akan memahami bahwa Hadits Nabi yang menyatakan bahwa setiap Bid'ah itu adalah sesat, adalah masih dapat menerima pengecualian, karena lafadz 'Kullu Bid'atin' adalah Isim yang di-Mudhaf-kan kepada Isim Nakirah, sehingga Dhalalah-nya adalah bersifat 'Am (umum).

Sedangkan setiap hal yang bersifat umum pastilah menerima pengecualian.

[3]. Andaikata ada, maka yang patut diikuti sudah barang tentu adalah sabda Nabi SAW. Akan tetapi saudara harus menyadari bahwa tidak seorang pun dari para 'ulama yang sebenar-nya berani memberikan fatwa, kecuali berdasarkan Nash Al-Qur'an atau Hadits Nabi SAW.

[Sumber : Bahtsul Masa'il NU (Nahdlatul 'Ulama)].

Penulis : Ghozali Hasan Siregar Almandili.

"Hukum Janin Yang Terdapat Diperut Hewan Yang Disembelih."

Oleh : Assayyid Muhammad Dhiya'uddin Al-Muthahar.

Hukum Janin yang ada diperut hewan yang disembelih :

[1]. Al-Imam Abu Hanifah : "Jika Janin tersebut (ketika dikeluarkan) sudah dalam keadaan mati, maka termasuk bangkai. Jika masih hidup, maka wajib disembelih (sebelum dikonsumsi)."

[2]. Al-Imam Syafi'i, Abu Yusuf (Al-Qadhi), dan Muhammad (Bin Hasan Syaibani) : "Bahwa Janin tersebut (yang dalam keadaan mati), boleh dikonsumsi. Karena dia (Janin) sudah terwakili penyembelihan-nya dengan tersembelih-nya sang induk."

[3]. Al-Imam Malik : "Jika Janin-nya sudah sempurna (bentuk-nya) dan terdapat bulu yang tumbuh (pertanda sempurna bentuk-nya), maka boleh dikonsumsi."

[4]. Al-Imam Qurthubi : "Bahwa Janin hewan yang mati (ketika dikeluarkan dari induk yang tersembelih), maka status-nya sama seperti anggota tubuh sang induk."

[Kitab Rawai'ul Bayan Fii Tafsir Ayatil Ahkam Minal Qur'an, Karangan Asy-Syaikh Muhammad Ali Ash-Shabuni].

Penulis : Ghozali Hasan Siregar Almandili.

Selasa, 06 Agustus 2019

"Takbir 'Ied (Hari Raya 'Ied)."

Oleh : Al-Habib Muhammad Shulfi Bin Abu Nawar Alaydrus, S.Kom (Pimpinan Majlis Ta'lim Nurussa'adah, Joglo).

'Ied menurut Asy-Syaikh Ibrahim Albajuri dari akar kata 'العود' (al-'Aud) yang berarti Kembali. Artinya, diwaktu ini setiap hamba kembali menjadi bersih. 'Idhul Fithri yaitu kembali bersih setelah menjalankan ibadah puasa selama sebulan penuh, sedangkan 'Idhul Adha merupakan kembali bersih bagi orang-orang yang menjalankan ibadah Haji.

Dalam kedua hari raya ini, diantara amalan yang disunnahkan bagi ummat Islam adalah menghidupkan malam hari raya dengan ibadah. Dalam sebuah Hadits disebutkan :

من أحْيَا لَيلَةَ الْعِيد، أَحْيَا اللهُ قَلْبَهُ يَوْمَ تَمُوْت القُلُوبُ

Artinya : "Siapa yang menghidupkan malam hari raya, Allah akan menghidupkan hati-nya disaat hati-hati orang sedang mengalami kematian."

[Kitab Hasyiyatul Bajuri, Karangan Asy-Syaikh Ibrahim Albajuri, Hal.227].

Minimal, dalam menghidupkan malam 'Ied, seseorang bisa menjalankan shalat Isya' berjama'ah serta niat kuat ingin menjalankah shalat Shubuh berjama'ah. Lebih baik lagi menjalankan ibadah-ibadah lain seperti membaca Al-Qur'an, dzikir, dan lain sebagai-nya.

Diantara kesunnahan pada hari raya ini adalah mengumandangkan Takbir. Asy-Syaikh Abu Abdillah Muhammad Ibn Qasim Asy-Syafi'i dalam Kitab Fathul Qarib Al-Mujib menjelaskan, Takbir dalam 'Ied terbagi menjadi dua macam, yaitu Takbir Mursal dan Takbir Muqayyad.

Takbir Mursal adalah takbir yang tidak mesti dibaca setelah shalat. Takbir ini dibaca sejak terbenam-nya matahari ketika dipenghujung bulan Ramadhan (malam hari raya) sampai ke-esokan hari-nya sebelum shalat 'Ied dilaksanakan.

Sedangkan Takbir Muqayyad adalah takbir yang dibaca setiap selesai shalat wajib ataupun sunnah sejak pagi setelah shalat Shubuh pada hari Arafah (9 Dzulhijjah) sampai sore hari dipenghujung hari Tasyrik (13 Dzulhijjah) waktu Ashar.

Bacaan takbir yang dibaca pada kedua jenis takbir tersebut adalah :

الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، لا إله إلا الله، والله أكبر، الله أكبر، ولله الحمد، الله أكبر كبيراً، والحَمْدُ لِلهِ كَثِيْراً، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لا إله إلا الله وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ

Al-Imam Muhammad Bin Qasim Al-Ghazi didalam Kitab Fathul Qarib menyatakan bahwa membaca takbir pada kedua moment diatas adalah sunnah Mu'akkadah, yakni sunnah yang sangat dianjurkan dan ditekankan. Sebab pada waktu itu ummat Islam sedang bersenang-senang dan merayakan hari raya-nya, maka sebagai bentuk syi'ar-nya adalah dengan membaca takbir tersebut dimana saja, seperti Masjid, rumah, pasar, toko, dan sebagai-nya.

Jadi, membaca takbir setelah shalat lima waktu sangat dianjurkan. Dimana anjuran ini hanya pada saat bulan Dzulhijjah, lebih tepat-nya dari tanggal 9 sampai 13 Dzulhijjah. Dan anjuran ini berlaku untuk seluruh ummat Islam, baik sedang sendirian, bepergian, orang merdeka maupun budak, dan termasuk perempuan.

Penulis : Ghozali Hasan Siregar Almandili.

"Hukum Memotong (Menyembelih) Hewan Dengan Mesin."

A. Permasalahan.

Bagaimana hukum pemotongan atau penyembelihan Hewan dengan Mesin??

B. Jawaban.

Hukum memotong atau menyembelih Hewan dengan Mesin adalah Halal, jika Mesin dan cara memotong-nya memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

• Pemotong-nya seorang Muslim atau Ahlu Kitab yang asli.
 
• Alat Mesin yang dipergunakan, merupakan benda Tajam yang bukan dari Tulang atau Kuku.
 
• Sengaja menyembelih Hewan tersebut.

C. Dasar Pengambilan Dalil.

• Kitab Bujairami Wahab, Jilid IV, Hal.286 :

وشرط فى الذبح قصد اى قصد العين أو الجنس بالفعل (قوله قصد العين) وإن أخطأفى ظنه، أو الجنس فى الإصابة – ح ل – والمرد بقصد العين أو بالجنس بالفعل أى قصد إيقاع الفعل على العين أو على واحد من الجنس وإن لم يقصد الذبح.

Artinya : "Syarat dalam memotong hewan : 'Menyengaja terhadap Hewan-nya atau jenis-nya dengan perbuatan (kata-kata Menyengaja pada Hewan), meskipun keliru dalam persangkaan-nya atau jenis-nya dalam kenyataan-nya.' Artinya menyengaja ialah : 'Sengaja terhadap Hewan itu atau jenis-nya walupun tidak sengaja menyembelih.'"

Sumber : Bahtsul Masail NU (Nahdlatul Ulama).

Penulis : Ghozali Hasan Siregar Almandili.

"Hukum Bayi Tabung."

A. Pertanyaan.

Bagaimana hukum-nya mengerjakan proses Bayi Tabung. Bayi Tabung ialah bayi yang dihasilkan bukan dari persetubuhan, tetapi dengan cara mengambil Mani' atau Sperma laki-laki dan Sel Telur wanita, lalu dimasukkan ke dalam suatu alat dalam waktu beberapa hari lama-nya. Setelah hal tersebut dianggap mampu menjadi janin, maka dimasukkan kedalam rahim Ibu.

B. Jawaban.

Hukum-nya Tafsil (terperinci) sebagai berikut :

• Apabila Sperma yang ditabung dan yang dimasukkan ke dalam rahim wanita tersebut ternyata bukan Sperma suami-istri, maka hukum-nya Haram.

• Dan apabila Sperma atau Mani' yang ditabung tersebut Sperma suami-istri, tetapi cara mengeluarkan-nya tidak Muhtaram, maka hukum-nya juga Haram.

• Bila Sperma yang ditabung itu Sperma atau Mani' suami-istri dan cara mengeluarkan-nya Muhtaram, serta dimasukkan ke dalam rahim istri sendiri maka hukum-nya Boleh.

C. Keterangan.

Mani' Muhtaram adalah yang keluar atau dikeluarkan dengan cara yang diperbolehkan oleh Syara'.

Tentang anak yang dihasilkan dari Sperma tersebut dapat Ilhaq atau tidak kepada pemilik Mani', terdapat perbedaan pendapat antara Imam Ibnu Hajar dan Imam Ramli.

Menurut Imam Ibnu Hajar tidak bisa Ilhaq kepada pemilik Mani' secara Mutlaq (baik Muhtaram atau tidak). Sedang menurut Imam Ramli anak tersebut dapat Ilhaq kepada pemilik Mani' dengan syarat keluar-nya mani tersebut harus Muhtaram.

D. Dasar Pengambilan Dalil.

• Kitab Al-Jami'ush-Shaghir, Hadits No.8030 :

مامن ذنب بعد الشرك أعظم عند الله من نطفة وضعها رجل فى رحم لايحل له. رواه ابن الدنا عن الهشيم بن مالك الطائ الجامع الصغير

Artinya : "Tidak ada dosa yang lebih besar setelah Syirik (menyekutukan Allah) disisi Allah dari pada Mani'-nya seorang laki-laki yang ditaruh pada rahim wanita yang tidak halal bagi-nya."

[H.R.Ibnu Abiddunya, dari Hasyim Bin Malik Ath-Tha'i].

• Kitab Hikmatu Tasyri' Wal Safatuhu, Jilid II, Hal.48 :

من كان يؤمن بالله واليوم الأخر فلا يسقين ماءه زرع أخيه

Artinya : "Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan sekali-kali menyiram air (Mani'-nya) pada lahan tanaman (rahim) orang lain."

• Kitab Al-Qolyubi, Jilid IV, Hal.32 :

ولو أتت بولد عُلِمِ أنه ليس منه مع إمْكَانِه مِنْهُ ( لَزِمَهُ نَفْيُهُ ) لِأَنَّ تَرْكَ النَّفْيِ يَتَضَمَّنُ اسْتِلْحَاقَ مَنْ لَيْسَ مِنْهُ حَرَامٌ.

Artinya : "Apabila seorang perempuan datang dengan membawa anak, dan diketahui bahwa anak tersebut bukan dari suami-nya, dan dapat mungkin dari suami-nya (namun secara yakin tidak dari suami-nya). Maka wajib meniadakan (menolak mengakui), karena bila tidak dilaksanakan penolakan, dapat dimasukan nasab dari orang yang tidak Haram (suami-nya)."

• Kitab Bujairimi Iqna', Jilid IV, Hal.36 :

( الحاصل ) المراد بالمنى المحترام حال خروجه فقط على ما اعتمده مر وان كان غير محترم حال الدخول، كما اذا احتلم الزوج وأخذت الزوجة منيه فى فرجها ظانة أنه من منىّ اجنبى فإن هذا محترم حال الخروج وغير محترم حال الدخول وتجب العدة به إذا طلقت الزوجة قبل الوطء على المعتمد خلافا لإبن حجر لأنه يعتبر أن يكون محترما فى الحالين كماقرره شيخنا.

Artinya : "(Kesimpulan) yang dimaksud Mani Muhtaram (mulia) adalah pada waktu keluar-nya saja, seperti yang dikuatkan Imam Ramli, meskipun tidak Muhtaram pada waktu masuk. Contoh : Suami bermimpi keluar Mani', dan istri-nya mengambil-nya (air Mani' tersebut) lalu dimasukkan ke Farji (kemaluan)-nya dengan persangkaan bahwa air Mani' tersebut milik laki-laki lain (bukan suami-nya) maka hal ini dinamakan Mani' Muhtaram keluar-nya, tapi tidak Muhtaram waktu masuk-nya ke Farji, dan dia wajib punya Iddah (masa penantian) jika suami-nya menceraikan sebelum disetubui. Menurut yang Mu'tamad, berbeda dengan pendapat-nya Imam Ibnu Hajar yang mengatakan, kriteria-nya harus Muhtaram kedua-nya (waktu masuk dan keluar) seperti ketetapan dari Syaikhunaa (Rafi'i Nawawi)."

• Kitab Kifayatul Akhyar, Jilid II, Hal.113 :

لو إستمنى الرجل منية بيد امرأته او امته جاز لأنها محل استمتاعها

Artinya : "Jika seorang suami sengaja mengeluarkan air Mani'-nya dengan perantara tangan istri-nya, atau tangan perempuan amat-nya, maka Boleh. Karena perempuan tersebut tempat Istima' (senang-senang) bagi seorang suami."

Sumber : Bahtsul Masa'il NU (Nahdlatul 'Ulama).

---

Keterangan : Ilhaq itu menyamakan DNA atau Nasab (menurut Gurunda Al-Habib Muhammad Shulfi Bin Abu Nawar Alaydrus).

Penulis : Ghozali Hasan Siregar Almandili.

Senin, 05 Agustus 2019

"Hukum Puasa Sunnah Dengan Tujuan Diet."

Al-Imam Assuyuthi didalam Kitab Al-Asybah Wannadzair mengatakan :

"Jika tujuan duniawi lebih dominan, maka ibadah-nya tidak mendapatkan pahala. Jika tujuan agama-nya (ibadah-nya) lebih dominan, maka akan mendapatkan pahala sesuai kadar niat-nya. Jika sama-sama kuat, maka kedua-nya saling menggugurkan."

Penulis : Ghozali Hasan Siregar Almandili.

Sabtu, 03 Agustus 2019

"Bulan Dzulhijjah Dimata Sufi."

Oleh : Assayyid Muhammad Yusuf Bin Alwi Al-Aidid, S.Pd, M.Si (Dosen Agama Islam, Universitas Indonesia [UI] dan PNJ).

Bulan Dzulhijjah merupakan salah satu dari empat bulan Haram. Pada bulan tersebut dilarang melakukan sesuatu maksiat dan berperang. Disisi lain, sebagian muslimin menunaikan Rukun Islam yang kelima, yakni Haji. Adapun penulis, menulis artikel ini karena ingin mengungkap rahasia-rahasia hari yang ada dibulan Dzulhijjah. Umum-nya, 'ulama menuturkan keistimewaan hari kedelapan, kesembilan, dan kesepuluh dibulan itu.

Hari kedelapan pada Bulan Dzulhijjah disebut juga dengan Tarwiyah. Al-Imam Ghazali menuturkan, 'Jika ada orang yang berpuasa pada hari Tarwiyah maka ia mendapatkan ganjaran 1.000 ekor kambing dan 1.000 ekor kuda yang ia tunggangi untuk berjuang dijalan Allah.'

Hal tersebut Beliau intisarikan dari Hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Aisyah RA. Dahulu ada seorang pemuda yang selalu menyimak penuturan Nabi Muhammad SAW, sehingga jika datang Bulan Dzulhijjah ia berpuasa. Maka, kabar ini sampai pada Rasulullah dan Beliau memanggil dan bertanya kepada pemuda tersebut, 'Apa yang memotivasi mu untuk berpuasa pada hari-hari dibulan Dzulhijjah??'

Pemuda itu berkata, 'Demi kedua orangtua mu dan ibu ku wahai Rasulullah, sesungguh-nya hari-hari tersebut adalah hari-hari yang makmur. Pada hari-hari Haji itu, do'a-do'a mereka (kedua orangtua mu dan ibu ku) kepada Allah menyertai ku.'

Sehingga Rasul bersabda, 'Dan sungguh engkau berpuasa pada hari tersebut maka engkau mendapatkan pahala seperti membebaskan 100 budak, dan mendapatkan 100 kambing dan kuda untuk berjuang dijalan Allah.'

Melalui pernyataan hadits Nabi Muhammad SAW yang disimpulkan oleh Al-Imam Ghazali, maka ummat Islam berpuasa sunnah dihari Tarwiyah. Namun ummat muslim bukan hanya berpuasa pada hari Tarwiyah saja, akan tetapi berpuasa pula pada hari Arafah (hari kesembilan Dzulhijjah).

Sebagaimana hadits Nabi Muhammad SAW, 'Jika pada hari Arafah Allah menebarkan rahmat-Nya, maka bukankah pada hari tersebut banyak budak yang terbebaskan. Dan siapa yang memohon kepada Allah atas hajat dari hajat-hajat dunia dan akhirat, maka Ia akan memenuhi untuk hamba-Nya. Puasa Arafah juga menghapuskan dosa-dosa setahun lalu dan dosa-dosa setahun dimasa mendatang.'

Asy-Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani berkata didalam Kitab Al-Ghunyah, 'Bahwa hari kesepuluh pada tiap-tiap Bulan Qamariyah (Hijriah) dimuliakan oleh Allah dengan sepuluh kemuliaan. Kemuliaan tersebut diantara-nya, keberkahan pada umur seseorang, bertambah rezeki-nya, terjaga keluarga-nya, terhapus kejelekan-nya, bertambah kebaikan-nya, mudah dalam sakaratul maut-nya, ringan dalam hisab-nya, keberhasilan dalam tingkat spiritualitas-nya, dan naik derajat-nya disisi Allah.

Ungkapan Asy-Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani perlu diaplikasikan oleh ummat muslim pada moment sepuluh Dzulhijjah. Adapun cara mengaplikasikan-nya dengan menambah giat ibadah wajib dan sunnah, memperbanyak dzikir, menyisihkan uang untuk disedekahkan, selalu mengingatkan keluarga tentang penting-nya ibadah, dan melakukan kebaikan-kebaikan baik sesama muslim dan umat diluar muslim pada hari tersebut.

Selain itu Asy-Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani didalam ceramah-nya pernah mengutip perkataan Ibn Abbas, bahwa pada hari kesepuluh Dzulhijjah ada kemulian-kemulian para Nabi. Kemuliaan-kemuliaan tersebut diantara-nya Allah menerima taubat Nabi Adam AS, kala itu nabi Adam bertaubat kepada Allah dipadang Arafah dan mengakui dosa-dosanya.

Disisi lain pada hari tersebut, Nabi Ibrahim ditetapkan sebagai kekasih-Nya, ia membelanjakan harta-nya untuk menghidangkan hidangan tamu-tamunya, ia diselamatkan Allah dari api yang panas, dan ia mengikhlaskan anak-nya untuk dijadikan Qurban, serta pada hari itu Nabi Ibrahim membangun Ka'bah.

Pandangan Al-Imam Ghazali dan Asy-Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani, kedua tokoh Sufi dunia, tentang rahasia-rahasia hari kedelapan, kesembilan, dan kesepuluh Dzulhijjah merupakan pemicu bagi ummat muslim untuk meningkatkan ibadah. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa setiap bulan Hijriah mempunyai kandungan-kandungan tersendiri. Sehingga peningkatan ibadah dan Muraqabah bukan hanya dikhususkan pada hari-hari dan bulan-bulan tertentu saja, akan tetapi harus dilakukan pada setiap waktu yang kita jalani.


Penulis : Ghozali Hasan Siregar Almandili.

"Berqurban Dengan Hewan Betina."

Oleh : K.H.Ma'ruf Khozin (Direktur Aswaja NU Center, Jawa Timur).

Hewan betina ini sering ditanyakan dalam Pelatihan Fiqih Qurban. Dalam Madzhab Syafi'iyah dijelaskan :

يَصِحُّ التَّضْحِيَةُ بالذكر وَبِالْأُنْثَى بِالْإِجْمَاعِ وَفِي الأفضل مِنْهُمَا خِلَافٌ (الصَّحِيحُ) الَّذِي نَصَّ عَلَيْهِ الشَّافِعِيُّ فِي الْبُوَيْطِيِّ وَبِهِ قَطَعَ كَثِيرُونَ أَنَّ الذكر أفضل مِنْ الْأُنْثَى

Artinya : "Sah menyembelih Qurban dengan hewan Jantan dan Betina berdasarkan Ijma' 'Ulama. Terkait mana yang lebih utama?? Terdapat perbedaan pendapat. Menurut Qaul yang shahih dan telah dijelaskan oleh Asy-Syafi'i dalam Kitab Buwaithi dan diikuti oleh banyak 'ulama, bahwa hewan Jantan lebih utama dari pada Betina."

[Kitab Al-Majmu', 8/397].

Disisi lain, Dinas Peternakan mensosialisasikan larangan menyembelih hewan Betina yang terdapat dalam Pasal 9 ayat (2) PP 95/2012; 'Bukan Ruminansia besar Betina anakan dan Betina produktif'. Kalau hewan Betina sudah tidak produktif lagi (tidak mana'an), maka boleh disembelih.

Peraturan Pemerintah ini tetap bisa kita lakukan karena memang secara Fiqih lebih utama Jantan. Ajaran Islam tetap kita amalkan dan peraturan di NKRI jangan kita langgar. Sebab Agama dan Negara tidak perlu dipertentangkan.

Penulis : Ghozali Hasan Siregar Almandili.

Selasa, 30 Juli 2019

"Mati Syahid Dengan Menyembunyikan Perasaan Cinta Dan Rindu."

Mencintai lawan jenis merupakan hal yang alami dan normal. Agama pun mengatur-nya dengan cara menikah bagi yang sudah memenuhi kriteria.

Disisi lain, lelaki atau perempuan yang sedang mencintai orang lain, namun belum waktu-nya untuk menikah, maka dianjurkan untuk memendam sementara perasaan-nya. Bahkan, jika sampai meninggal dunia (mati), maka orang tersebut dikategorikan sebagai orang yang mati Syahid.

Al-Imam Khatib Al-Baghdadi, meriwayatkan sebuah hadits yang berbunyi demikian :

من عشق فعف فكتم فمات مات شهيدا.

"Man 'Asyiqa Fa'affa Fakatama Famaata Maata Syahiidaan."

Artinya : "Orang yang merindu, namun mengekang diri (menyembunyikan rasa Cinta dan Rindu-nya), kemudian mati, itu tergolong mati Syahid."

Artinya, hadits diatas menjelaskan mengenai pengorbanan seorang pemuda atau pemudi yang berusaha menjaga kesucian cinta-nya dengan tidak bermaksiat dan mengumbar rasa cinta-nya pada orang yang dicintai, karna ia merasa belum mampu atau belum waktu-nya menikah. Orang yang memendam rasa cinta seperti ini, kemudian dia merasakan beban bathin hingga meninggal dunia (mati), maka itu tergolong sebagai orang yang mati Syahid.

Menurut Assayyid Ahmad Bin Ash-Shiddiq Al-Ghumari, didalam Kitab Darul Dhu'fi 'An Hadits Man 'Asyiqa Fa'affa, menguatkan kualitas hadits diatas.

Penulis : Ghozali Hasan Siregar Almandili.

"Sentimen Keilmuan 'Ulama Masjidil Haram Kepada Asy-Syaikh Nawawi Bin Umar Albantani."

Oleh : Muhammad Lutfi.

Intelektualisme Pesantren (2003), baik seri pertama maupun kedua, ada sebuah kisah yang menarik perihal sentimen keilmuan yang terjadi antara 'ulama asli Haramain dengan 'ulama Nusantara yakni Asy-Syaikh Nawawi Bin Umar Albantani. Peristiwa ini menyebabkan Syaikh Nawawi Albantani dideportasi dari Haramain.

Kisah ini ada didalam Prolog buku 'Intelektualisme Pesantren' (2003), yang dituturkan oleh K.H.M.Tholhah HasanKisah-nya seperti ini, Asy-Syaikh Nawawi Bin Umar Albantani memang sangat fenomenal.

Konon, Beliau pernah dideportasi dari Haramain lantaran ada sentimen 'ulama asli Haramain atas prestasi dan karir Akademis Syaikh Nawawi Albantani sebagai pengajar di Masjidil Haram.

Singkat cerita, kepulangan Beliau ke Jawa (Banten) sempat membuat resah penguasa (Imam) daratan Haramain saat itu yakni Asy-Syaikh Aun Arrafiq, yang membawahi dan memiliki Otoritas dalam penunjukan pengajar dan Imam di Masjidil Haram. Keresahan Syaikh Aun Arrafiq ini lantaran banyak-nya desakan dari para pelajar di Haramain yang menghendaki agar Syaikh Nawawi Albantani diperbolehkan mengajar mereka kembali.

Saking besar-nya desakan itu, akhir-nya Syaikh Nawawi Albantani dipanggil kembali dengan persyaratan Beliau mampu menjawab pertanyaan yang dirumuskan para 'ulama Haramain yang tercantum dalam suatu surat panggilan.

Menurut penuturan Asy-Syaikh Mushlih Al-Maraqi, murid dari Asy-Syaikh Yasin Bin Isa Alfadani, dalam surat panggilan yang berisi satu halaman itu disebutkan bahwa Syaikh Nawawi Albantani harus bisa menjawab pertanyaan seputar makna Gramatikal dan Leksikal dari kata 'La-siyama'.

Alhasil, surat panggilan itu, oleh Syaikh Nawawi Albantani dibalas dengan lima belas halaman, hanya untuk menjabarkan secara tuntas tentang asal-usul kata, kedudukan I'rab, sekaligus makna dari kata 'La-siyama' tersebut.

Surat balasan Syaikh Nawawi Albantani itu kemudian diuji oleh banyak 'ulama Haramain. Walhasil, para 'ulama Haramain mengakui bahwa Syaikh Nawawi Albantani memang menguasai ilmu keislaman secara Multidisipliner, sehingga karya-karyanya layak disejajarkan dengan karya-karya 'ulama Timur Tengah. Beliau pun diangkat kembali menjadi pengajar di Masjidil Haram dalam kuliah madzhab Syafi'i.

Semenjak peristiwa itulah, kepopuleran  Syaikh Nawawi Albantani semakin meroket. Bukan hanya pelajar Nusantara yang membanjiri setiap kuliah-nya, tapi para pelajar dan 'ulama Timur Tengah juga banyak yang berguru kepada-nya.

Bukan hanya berhenti disitu, pada era-nya, Syaikh Nawawi Albantani juga pernah direpresentasikan sebagai Pioner Madzhab Syafi'i yang disegani oleh 'ulama dunia.

https://alif.id/read/mukhammad-lutfi/kisah-syekh-nawawi-al-bantani-dideportasi-dari-haramain-b221442p/

Penulis : Ghozali Hasan Siregar Almandili.

"Menjaga Dan Menghormati Mushaf Al-Qur'an."

Oleh : Dr.Abdi Kurnia Djohan, SH, MH (Dosen Pasca Sarjana di Universitas Indonesia [UI] dan Wakil Sekretaris LDNU 2015-2020).

قال الإمام النووي رحمه الله تعالى فى التبيان :

Berkata Al-Imam Annawawi Rahimahullah Ta'aalaa didalam Kitab Attibyaan Fii Adabi Hamalatil Qur'an :

أجمع المسلمون على وجوب صيانة المصحف واحترامه.

"Ummat Islam telah sepakat mengenai kewajiban menjaga dan menghormati Mushaf Al-Qur'an."

وقال أصحابنا وغيرهم ولو ألقاه مسلم والعياذ بالله تعالى فى القاذورات، صار الملقي كافرا.

"Kawan-kawan kami ('Ulama madzhab Syafi'i) dan para 'ulama lain, berpendapat, (bahwa) seandai-nya seorang Muslim membuang Mushaf Al-Qur'an ke tempat yang penuh dengan kotoran --kami berlindung kepada Allah dari perbuatan ini--, maka orang yang melakukan-nya dihukumi Kafir (keluar dari Islam)."

قالوا ويحرم توسده، بل توسد آحد كتب العلم حرام.

"Mereka juga berpendapat, 'Haram menjadikan Mushaf sebagai bantal. Tidak itu saja, menjadikan satu dari Kitab-Kitab Ilmu sebagai bantal juga dihukumi Haram.'"

Penulis : Ghozali Hasan Siregar Almandili.

Senin, 29 Juli 2019

"Qashidah Shalawat Mudhariyyah."

Membaca Shalawat Mudhariyyah mengimbangi pahala membaca Dala'ilul Khairat tiga atau sepuluh kali, sebagaimana dikatakan oleh Al-Habib Ahmad Bin Hasan Al-Athos.

Dan Shalawat ini merupakan karya Al-Imam Bushiri sampai dengan kalimat (قَدْ شَعْشَعَ الْقَمَرُ), adapun yang setelah-nya adalah tambahan dari Al-Habib Muhammad Bin Husein Al-Habsyi.

Dan Malaikat berkata tatkala sampai pada kalimat tersebut : "Berhentilah!! Sesungguh-nya kami belum selesai mencatat pahala-nya sampai sekarang."

[Kitab Fawaidul Mukhtarah : 220].

Disebutkan dalam Kitab Bughya Ahl Al-Ibadah Wa Al-Aurad Syarh Ratib Qutb Zamanih Al-Haddad, karya Al-Habib Alwi Bin Ahmad Al-Haddad :

"Dikisahkan Al-Imam Bushiri menyusun Shalawat ini dipinggir pantai. Ketika sampai pada syair ke-34 yang berbunyi, 'Tsummash-Shalatu'alal Mukhtari Ma Thala'at, Syamsunnahari Wa Ma Qad Sya'sya'al Qamaru'. Tiba-tiba dari tengah laut datang seorang laki-laki yang berlari diatas air menghampiri-nya sambil berdiri dihadapan-nya sambil berkata, 'Cukup, akhirilah Shalawat mu sampai bait ini, karena kamu telah membuat lelah para Malaikat yang mencatat keutamaan pahala Shalawat ini.'"

Qasidah dapat didownload pada link ini : https://drive.google.com/file/d/1ZlRdgpmEiVjP12LkNRbYUEBgxJfBGssT/view?usp=drivesdk

Penulis : Ghozali Hasan Siregar Almandili.

Sabtu, 27 Juli 2019

"Pengelolaan Kulit Qurban Dan Upah Tukang Jagal."

Oleh : K.H.Ma'ruf Khozin (Direktur Aswaja NU Center, Jawa Timur).

Pengelolaan Qurban dijelaskan dalam Hadits berikut :

ﻋﻦ ﻋﻠﻲ، ﻗﺎﻝ : ﺃﻣﺮﻧﻲ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺃﻥ ﺃﻗﻮﻡ ﻋﻠﻰ ﺑﺪﻧﻪ، ﻭﺃﻥ ﺃﺗﺼﺪﻕ ﺑﻠﺤﻤﻬﺎ ﻭﺟﻠﻮﺩﻫﺎ ﻭﺃﺟﻠﺘﻬﺎ، ﻭﺃﻥ ﻻ ﺃﻋﻄﻲ اﻟﺠﺰاﺭ ﻣﻨﻬﺎ، ﻗﺎﻝ : ﻧﺤﻦ ﻧﻌﻄﻴﻪ ﻣﻦ ﻋﻨﺪﻧﺎ

Dari Ali, ia berkata : 'Rasulullah SAW memerintahkan kepada saya untuk mengurusi Qurban Beliau. Nabi memerintahkan untuk menyedekahkan daging-nya, kulit-nya, dan tidak tidak memberikan ongkos jagal dari hewan Qurban. Kami memberi ongkos dari kami sendiri.'

[H.R.Muslim].

Hari ini hampir yang menjadi kendala beberapa Masjid, yang menjadi panitia adalah mengenai masalah kulit hewan, sementara orang yang berqurban tidak menyerahkan uang untuk biaya operasional penyembelihan. Solusi-nya disampaikan oleh Asy-Syaikh Nawawi Albantani :

ويحرم أيضا جعله أي شيء منها أجرة للجزار لأنه في معنى البيع ولوكانت الأضحية تطوعا فان أعطى للجزار لا على سبيل الأجرة بل على سبيل الصدقة لم يحرم

Artinya : "Haram menjadikan hewan Qurban sebagai Upah bagi jagal, sebab sama seperti menjual, meskipun Qurban Sunnah. Jika memberikan kepada jagal sebagai Shadaqah maka tidaklah Haram."

Penulis : Ghozali Hasan Siregar Almandili.

Jumat, 26 Juli 2019

"Wajibkah Mandi Jika Melahirkan Dengan Cara Operasi??"

A. Deskripsi.

Seorang ibu yang hendak melahirkan, memilih jalan operasi dengan alasan demi menjaga kesehatan.

B. Pertanyaan.

Masih wajib mandikah dia??

C. Jawaban.

Wajib menurut Imam Ramli.

D. Referensi.

Al-Bajuri, Juz I, Hal.74 :

فى الباجوري 1/74 مانصه  : أو ولدت من غير الطريق المعتاد فالذى يظهر وجوب الغسل أخذا مما بحثه الرملى.

[Sumber Bahtsul Masa'il NU (Nahdlatul 'Ulama)].

Penulis : Ghozali Hasan Siregar Almandili.

"Hukum Raket Elekrik Pembunuh Nyamuk."

A. Deskripsi.

Tidaklah sesuatu yang baru jika kemajuan pengetahuan yang sarat akan teknologi-nya, telah banyak mewarnai dimensi kehidupan manusia, contoh-nya alat yang banyak beredar dewasa ini, berupa Raket Elektrik yang difungsikan sebagai alat pengusir atau bahkan pemusnah nyamuk. Dibalik fungsi praktis dan efektif-nya, ternyata alat ini menyimpan segudang permasalahan yang menuntut kita untuk mendiskusikan-nya.

B. Pertanyaan.

• Bagaimana tinjauan Fiqih tentang fungsi dasar Raket Elektrik diatas??

• Dalam konsep pencegahan dan pemusnahan hewan tertentu (seperti nyamuk), adakah barometer dan batasan-nya??

C. Jawaban.

• Makruh karena menyetrum adalah termasuk penyiksaan.

Catatan : Kalau banyak nyamuk dan tidak bisa diusir dengan obat nyamuk biasa maka hukum menggunakan Raket Elektrik adalah Boleh, dan kalau baterai-nya lemah (tidak langsung membunuh) maka Haram.

• Ada, yaitu konsep dari Hadits Nabi فأحسنوا القتلة, dengan tidak adanya Ta'dzib (penyiksaan).

D. Referensi.

شرح النووي على مسلم [ جزء 13 - صفحة 107 ]

عن شداد بن أوس قال: ثنتان حفظتهما عن رسول الله J قال ( إن الله كتب الإحسان على كل شيء فإذا قتلتم فأحسنوا القتلة وإذا ذبحتم فأحسنوا الذبح وليحد أحدكم شفرته فليرح ذبيحته )

وقوله صلى الله عليه وسلم فأحسنوا القتلة عام فى كل قتيل من الذبائح والقتل قصاصا وفى حد ونحو ذلك وهذا الحديث من الأحاديث الجامعة لقواعد الاسلام والله أعلم

الموسوعة الفقهية [ ج 2 ص116]

إحراق

التعريف : 1- الإحراق لغة مصدر أحرق أما استعماله الفقهي فيؤخذ من عبارات بعض الفقهاء أن الإحراق هو إذهاب النار الشيء بالكلية , أو تأثيرها فيه مع بقائه , ومن أمثلة النوع الأخير : الكي والشي. ( الألفاظ ذات الصلة) :2 – للإحراق صلة بألفاظ إصطلاحية كثيرة أهمها :ا- هو الإفناء, وهو أعم من الإحراق .ب- التسخين : وهو تعريض الشئ للحرارة فهو غير الإحراق .ج _ الغي وهو آخر درجات التسخين, ويختلف بإختلاف المادة المراد عليها , فهو غير الإحراق.

البجيرمي على الخطيب [ ج 4- ص 298 ]

(قوله وإذا قتلتم) أي قصاصا أو حدا إذ لا قتل في الشرع غير ذلك وقوله فأحسنوا القتلة يستثنى منه قتل قاطع الطريق بالصلب والزاني بالرجم لورود النص بذلك قيل ونحو حشرات وسباع والفواسق الخمس لأنها مؤذية وقيل خرجت بالنص فلا حظ لها في الإحسان وفيه نظر إذ جواز قتلها أو وجوبه لا ينافي إحسان كيفيته وإحسان القتلة إختيار أسهل الطرق وأخفها إيلاما وأسرعها إزهاقا وأسهل وجوه قتل الآدمي ضربه بالسيف في العنق, ولذا يكره قتل القمل والبق والبراغيث وسائرالحشرات بالنار لأنه من التعذيب وفي الحديث [ لا يعذب بالنار إلا رب النار ] قال الجزولي وابن ناجي وهذا مالم يضطر لكثرتهم فيجوز حرق ذلك بالنار لأن في تنقيتها بغير النار حرجا ومشقة ويجوز نشرها في الشمس قال الأقفهسي : وقتلها بغير النار بالقعص أي القصع والفرك جائز لقوله : وقد مثل عن حشرات الأرض تؤذي أحد فقال [ ما يؤذيك فلك أذيته قبل أن يؤذيك ] وما خلق للأذية فابتداءه في الأذية جائز إهـ شبرخيتي

الوافي [ ص 120 ]

ولذاك كره أكثر العلماء التحريق حتى في الهوام قال إبراهيم النخعي تحريق العقرب مثلة

ونهت أم الدرداء عن تحريق البرغوث بالنار وقال أحمد لا يشوي السمك في النار وهو حي وقال الجراد أهون لأنه لا دم له .

بغية المسترشدين [ ص 259 ]

(مسألة ك) روى أبوداود أنه J نهى عن قتل أربع من الدواب النملة والنحلة والهدهد والصرد والمعروف حمل النهي على النمل الكبير السليماني الطويل الذي يكون في الخراب فيحرم قتله على المعتمد إذ الأصل في النهي التحريم وخروجه عنه في بعض المواضع إنما هو بدليل يقتضيه أما النمل الصغير المسمى بالذر فيجوز بل يندب قتله بغير الإحراق لأنه مؤذ فلو فرض أن الكبير دخل البيوت وآذى جاز قتله. اهـ. قلت ونقل العمودي في حسن النجوى عن شيخه ابن حجر أنه إذا كثر المؤذي من الحشرات ولم يندفع إلا بإحراقه جاز. إهـ.

إسعاد الرفيق [ ج2- ص100 ]

( و ) منها (إحراق الحيوان ) بالنار سواء كان مأكولا أو غيره صغيرا أو غيره للحديث الصحيح "إني كنت أمرتكم أن تحرقوا فلانا وفلانا بالنار, وإن النار لا يعذب بها إلا الله فإن وجدتموهما فاقتلوهما" . قال ابن مسعود d رأى رسول الله J قرية نمل أي مكانها قد حرقناها فقال من حرق هذه ؟ قلنا نحن . فقال رسول الله J إنه لا ينبغي أن يعذب بالنار إلا ربها, فهو حرام مطلقا ( إلا إذا تعين ) الإحراق بها ( طريقا في دفع ) عنه . قال في الزواجر : وهو من الكبائر على الإطلاق سواء كان مأكولا أو غيره صغيرا أو كبيرا كما في الروضة, -إلى أن قال- فالتعذيب بالنار كالتعذيب باتخاذها غرضا أو أشد اهـ.

Maraji' Jawaban 2 :

الححلي ( جزء 4 - ص 259 )

ومنه أي ماندب قتله القمل والبرغوث والبق والبعوض والزنبور .

شرح سلم التوفيق ( ص 74 )

(و) من معاص اليدين (المثلة أى التعذيب بالحيوان)كقطع أذنه.

إسعاد الرفيق [ ج 2- ص 130 ]

(و)منها (إتخاذ الحيوان غرضا) بالمعجمة ما ينصبه الرماة ويقصدون إصابته من نحو قرطاس لقوله J لعن من اتخذ شيئا فيه الروح غرضا وقول ابن عمر d وقد مر بفتيان نصبوا طيرا أو دجاجة يترامونه فلما رأوه تفرقوا :من فعل هذا ؟ لعن الله من فعل هذا إن رسول الله J لعن من اتخذ شيئا فيه الروح غرضا وقوله J من لا يرحم الناس لا يرحمه الله لن تؤمنوا حتى تراحموا قالوا يارسول الله كلنا رحيم قال إنه ليس برحمة أحدكم صاحبه ولكنها رحمة العامة ارحموا ترحموا واغفروا يغفر لكم. وعد في الزواجر اتخاذ الحيوان غرضا من الكبائر قال وهو صريح الحديث المار على أنه يؤدي إلى تعذيبه وتعذيبه الشديد لا شك في كونه كبيرة ثم رأيت جمعا أطلقوا أن تعذيبه كبيرة .

بغية المسترشدين [ ص 259 ]

(مسألة ك) روى أبوداود أنه J نهى عن قتل أربع من الدواب النملة والنحلة والهدهد والصرد والمعروف حمل النهي على النمل الكبير السليماني الطويل الذي يكون في الخراب فيحرم قتله على المعتمد إذ الأصل في النهي التحريم وخروجه عنه في بعض المواضع إنما هو بدليل يقتضيه أما النمل الصغير المسمى بالذر فيجوز بل يندب قتله بغير الإحراق لأنه مؤذ فلو فرض أن الكبير دخل البيوت وآذى جاز قتله. اهـ. قلت ونقل العمودي في حسن النجوى عن شيخه ابن حجر أنه إذا كثر المؤذي من الحشرات ولم يندفع إلا بإحراقه جاز. إهـ.

[Sumber Bahtsul Masa'il NU (Nahdlatul 'Ulama)].

Penulis : Ghozali Hasan Siregar Almandili.

Kamis, 25 Juli 2019

"Amalan Untuk Mendiamkan Balita Yang Rewel, Nangis, Sampai Menjerit-Jerit."

Oleh : Baginda K.H.Rizqi Dzulqarnain Ashmat Albatawi, MA (Mu'assis Yayasan Al-Mu'afah, Jln.Tipar Cakung).

Hendak-nya tuliskan ketiga ayat ini dikertas yang sudah disediakan :

• و خشعت الأصوات للرحمن فلا تسمع إلا همسا

Artinya : "Dan merendahlah semua suara kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kami tidak mendengar kecuali bisikan saja."

[Q.S.Thaha : 108].

• لو أنزلنا هذا القرآن على جبل لرأيته خاشعا متصدعا من خشية الله

Artinya : "Kalau sekira-nya kami turunkan Al-Qur'an ini kepada sebuah Gunung, pasti kamu akan melihat-nya tunduk terpecah-belah disebabkan ketakutan-nya kepada Allah."

[Q.S.Al-Hasyr : 21].

• و تحسبهم أيقاظا و هم رقود

Artinya : "Dan engkau mengira mereka itu tidak tidur, padahal mereka tidur."

[Q.S.Al-Kahfi : 18].

Setelah ditulis teks Arab ketiga ayat diatas, hendak-nya kertas tersebut ditempelkan ke tubuh balita (bocah; bahasa Betawi) yang sering menangis dan menjerit (jejeritan; bahasa Betawi), sambil mengucap :

اسكت بإسم الله

'Uskut Bi Ismillah.'

Artinya : "Diamlah (engkau) dengan nama Allah."

Penulis : Ghozali Hasan Siregar Almandili.

"Amalan Untuk Memudahkan Menyelesaikan Karya Tulis."

Oleh : Baginda K.H.Rizqi Dzulqarnain Ashmat Albatawi, MA (Mu'assis Yayasan Al-Mu'afah, Jln.Tipar Cakung).

Pengarang Kitab Al-Burqatul Masyiqah Fii Dzikri Masyukhais Syari'ah Wal Haqiqah, Al-Muhaddits Assayyid Abil Fakhr Sanaduddin Ali Bin Asy-Syarif Al-Hasani, yang juga merupakan Guru dari Al-Faqir (Baginda K.H.Rizqi Dzulqarnain Ashmat Albatawi, MA).

Beliau menyebutkan diantara amalan para 'Ulama agar diberikan kemudahan menyusun Kitab, telah teruji coba dari generasi terdahulu saat mereka membuat Muqaddimah (pendahuluan) karya ilmiah, mereka menyematkan ungkapan :

رب أعن و يسر يا كريم

'Rabbi A'in Wa Yassir Yaa Kariim.'

Artinya : "Yaa Allah, berikan pertolongan dan mudahkan, Wahai Yang Maha Dermawan."

Mujarrabat ini sangat cocok diamalkan bagi para pelajar, santri, mahasiswa untuk mendapat kemudahan menulis makalah, tugas akhir, skripsi, tesis, disertasi, atau lain-nya.

[Dikutip dari Kitab Ittihaful Amajid Binafa'isil Fawaid, karangan Abu Munyah Assakunji Attijani, Jilid II, Hal.76].

***

Jikalau sudah rampung (selesai) karya tulis-nya, tulisan tersebut dihapus pun sudah tidak apa-apa.

Saya (Ghozali Hasan Siregar Almandili) mendapatkan Ijazah amalan ini dari Baginda K.H.Rizqi Dzulqarnain Ashmat Albatawi, MA melalui pesan WhatsApp pada 25 Juli 2019, pukul 20:07 - 05:08 WIB.

Penulis : Ghozali Hasan Siregar Almandili.

"Menyudahi Makan, Saat Terasa Nikmat – K.H.Cholil Nawawi (Sidogiri)."

Saat makan, bila sudah terasa nikmat, maka Almarhum Kiai Cholil Nawawi (Sidogiri) langsung berhenti. Soal keseharian-nya itu, Kiai Cholil tidak pernah bercerita. Sampai suatu ketika, Busyro, salah satu Khadam (pelayan/pembantu) Beliau menanyakan perihal tersebut.

'Saya khawatir nikmat saya habis didunia', jawab Kiai Cholil khawatir tidak dapat mencicipi nikmat Allah diakhirat.

Penulis : Ghozali Hasan Siregar Almandili.

"Hukum Shalat Di Gereja Demi Toleransi."

Pertanyaan :

Bagaimana pandangan Fiqih tentang pelaksanaan shalat di Gereja jika dikaitkan dengan ada-nya Toleransi terselubung oleh pihak Gereja??

Jawaban :

• Masalah Khilaf :           

Menurut Madzhab Syafi'i, hukum-nya adalah Makruh dengan syarat tidak ada perkara yang menyebabkan Haram, seperti ada-nya gambar-gambar yang diagungkan oleh orang Kafir. Menurut satu riwayat dari Madzhab Hanbali hukum-nya tetap Makruh meskipun ada gambar-gambar yang diagungkan.

Referensi :

حواشي الشرواني  2/ 166 (شافعى) (دار صادر)

( و ) يكره تنزيها أيضا ( الصلاة في الحمام ) ...الى ان قال... ( والكنيسة ) وهي بفتح الكاف متعبد اليهود وقيل النصارى والبيعة وهي بكسر الباء متعبد النصارى وقيل اليهود ونحوهما من أماكن الكفر لأنها مأوى الشياطين ويحرم دخولها على من منعوه , وكذا إن كان فيها صورة معظمة كما سيأتي

قول المتن ( والكنيسة ) ولو جديدة فيما يظهر ويفرق بينها وبين الحمام أي على مختار النهاية بغلظ أمرها بكونها معدة للعبادة الفاسدة فأشبهت الخلاء الجديد بل أولى منه ع ش . ( قوله ونحوهما ) أي من كل ما يعظمونه ع ش ( قوله من منعوه ) أي على مسلم منعه أهل الذمة من الدخول مغني ( قوله ويحرم دخولها إلخ ) عبارة الكردي ومحل الكراهة كما في الإيعاب إن دخلها بإذنهم وإلا حرمت صلاته فيها ; لأن لهم منعنا من دخولها هذا إن كانوا يقرون عليها وإلا فلا إلخ ا هـ . ( قوله صورة معظمة ) أي لهم ع ش

الآداب الشرعية لابن مفلح الحنبلي 3/292 (حنبلي) (دار الكتب العلمية)

فصل ( دخول معابد الكفار والصلاة فيها وشهود أعيادهم ) . وله دخول بيعة وكنيسة ونحوهما والصلاة في ذلك وعنه , يكره إن كان ثم صورة , وقيل : مطلقا ذكر ذلك في الرعاية . وقال في المستوعب : وتصح صلاة الفرض في الكنائس والبيع مع الكراهة , وقال ابن تميم لا بأس بدخول البيع والكنائس التي لا صور فيها والصلاة فيها . وقال ابن عقيل : يكره كالتي فيها صور , وحكى في الكراهة روايتين . وقال في الشرح لا بأس بالصلاة في الكنيسة النظيفة روي ذلك عن ابن عمر وأبي موسى وحكاه عن جماعة , وكره ابن عباس ومالك الكنائس لأجل الصور وقال ابن عقيل : تكره الصلاة فيها ; لأنه كالتعظيم والتبجيل لها وقيل ; لأنه يضر بهم . ولنا { أن النبي صلى الله عليه وسلم صلى في الكعبة وفيها صور } ثم قد دخلت في عموم قوله عليه السلام { فصل فإنه مسجد . } متفق عليه انتهى كلامه .

الموسوعة الفقهية 12/128 (مقارن) (وزارة الأوقاف الكويتية)

الصور في الكنائس والمعابد غير الإسلامية : 69 - الكنائس والمعابد التي أقرت في بلاد الإسلام بالصلح لا يتعرض لما فيها من الصور ما دامت في الداخل . ولا يمنع ذلك من دخول المسلم الكنيسة عند الجمهور . وتقدم ما نقله صاحب المغني أن عليا رضي الله عنه دخل الكنيسة بالمسلمين , وأخذ يتفرج على الصور . وأن عمر رضي الله عنه أخذ على أهل الذمة أن يوسعوا أبواب كنائسهم , ليدخلها المسلمون والمارة . ولذا قال الحنابلة : للمسلم دخول الكنيسة والبيعة , والصلاة فيهما من غير كراهة على الصحيح من المذهب . وفي قول آخر للحنابلة , وهو قول الحنفية : يكره دخولها لأنها مأوى الشياطين . وقال أكثر الشافعية : يحرم على المسلم أن يدخل الكنيسة التي فيها صور معلقة .

الموسوعة الفقهية 20/246 (مقارن) (وزارة الأوقاف الكويتية)

دخول المسلم الكنيسة والبيعة : 12 - يرى الحنفية أنه يكره للمسلم دخول البيعة والكنيسة , لأنه مجمع الشياطين , لا من حيث إنه ليس له حق الدخول . وذهب بعض الشافعية في رأي إلى أنه لا يجوز للمسلم دخولها  إلا بإذنهم , وذهب البعض الآخر في رأي آخر إلى أنه لا يحرم دخولها بغير إذنهم . وذهب الحنابلة إلى أن للمسلم دخول بيعة وكنيسة ونحوهما والصلاة في ذلك , وعن أحمد يكره إن كان ثم صورة , وقيل مطلقا , ذكر ذلك في الرعاية , وقال في المستوعب : وتصح صلاة الفرض في الكنائس والبيع مع الكراهة , وقال ابن تميم . لا بأس بدخول البيع والكنائس التي لا صور فيها , والصلاة فيها . وقال ابن عقيل : يكره كالتي فيها صور , وحكى في الكراهة روايتين . وقال في الشرح . لا بأس بالصلاة في الكنيسة النظيفة روي ذلك عن ابن عمر وأبي موسى وحكاه عن جماعة , وكره ابن عباس ومالك الصلاة في الكنائس لأجل الصور , وقال ابن عقيل : تكره الصلاة فيها لأنه كالتعظيم والتبجيل لها , وقيل : لأنه يضر بهم .

رد المحتار لابن عابدين 1/410 (حنفي) (دار الفكر)

مطلب تكره الصلاة في الكنيسة [ تنبيه ] يؤخذ من التعليل بأنه محل الشياطين كراهة الصلاة في معابد الكفار ; لأنها مأوى الشياطين كما صرح به الشافعية . ويؤخذ مما ذكروه عندنا , ففي البحر من كتاب الدعوى عند قول الكنز : ولا يحلفون في بيت عباداتهم . وفي التتارخانية يكره للمسلم الدخول في البيعة والكنيسة , وإنما يكره من حيث إنه مجمع الشياطين لا من حيث إنه ليس له حق الدخول ا هـ قال في البحر : والظاهر أنها تحريمية ; لأنها المرادة عند إطلاقهم , وقد أفتيت بتعزير مسلم لازم الكنيسة مع اليهود ا هـ فإذا حرم الدخول فالصلاة أولى , وبه ظهر جهل من يدخلها لأجل الصلاة فيها .

حاشية الدسوقى على الشرح الكبير 1/208 (مالكي) (دار الكتب العلمية)

( وكرهت ) الصلاة ( بكنيسة ) يعني متعبد الكفار عامرة أو دارسة ما لم يضطر لنزوله فيها لكبرد أو خوف وإلا فلا كراهة ولو عامرة ( ولم تعد ) الصلاة بوقت ولا غيره بدارسة مطلقا كبعامرة اضطر لنزول بها كأن طاع وصلى على فرش طاهر وإلا أعاد بوقت على الأرجح وقيل لا إعادة أيضا

( قوله : يعني متعبد الكفار ) أي سواء كان كنيسة أو بيعة أو بيت نار ( قوله : بدارسة مطلقا ) أي سواء اضطر للنزول فيها أو نزلها اختيارا سواء صلى على فرشها أو فرش شيئا طاهرا وصلى عليه فهذه أربع صور في الدارسة لا إعادة فيها وذكر الشارح بعد ذلك في العامرة أربع صور ثلاثة لا إعادة فيها والرابعة فيها الإعادة على الراجح . وحاصلها أنها إذا كانت عامرة واضطر لنزوله بها فلا إعادة سواء صلى على فراشها أو فرش شيئا طاهرا وصلى عليه أو طاع بنزوله فيها وصلى على فراش طاهر وأما إذا نزلها اختيارا وصلى على أرضها أو على فراشها فإنه يعيد في الوقت على الراجح فجملة الصور ثمانية وهذه الصور الثمانية من جهة إعادة الصلاة التي صليت فيها وعدم إعادتها وأما من جهة كراهة الصلاة فيها وعدمها فالأحوال أربعة الكراهة إن دخلها مختارا كانت عامرة أو دارسة وإن دخلها مضطرا فلا كراهة عامرة كانت أو دارسة وما ادعاه عج من أن الظاهر من كلام ابن رشد كراهة الصلاة فيها إذا دخلها مضطرا فهو ممنوع إذ لم يذكر ذلك أحد عن ابن رشد وكيف يقول ابن رشد بالكراهة مع الاضطرار ويكون ذلك ظاهرا من كلامه والمضطر يغتفر له ما هو أعظم من هذا كيف ومالك قال في المدونة بالجواز هذا في غاية البعد انظر بن ( قوله : وإلا أعاد بوقت على الأرجح ) أي وهو قول مالك في سماع أشهب بناء على ترجيح الأصل على الغالب وحمل ابن رشد المدونة عليه لتكون الإعادة في هذا الباب على نمط واحد وقال به سحنون أيضا وقال ابن حبيب يعيد أبدا وهو مبني على ترجيح الغالب وهو النجاسة على الأصل ( قوله : وقيل لا إعادة أيضا ) أي وهو ظاهر المذهب كما في ح بناء أيضا على ترجيح الأصل وهو الطهارة على الغالب

[Sumber Bahtsul Masa'il NU (Nahdlatul 'Ulama)].

Penulis : Ghozali Hasan Siregar Almandili.

Selasa, 23 Juli 2019

"Apakah Al-Qur'an Latin Berstatus Mushaf??"

Deskripsi Masalah :

Dalam setiap penulisan surat maupun dalam lembaran surat kabar sering kita menemukan tulisan Asma'ul Mu'azham dalam huruf 'Ajami (Latin). Ironis-nya hal tersebut sering kita lihat berserakan ditempat-tempat yang tidak layak. Tentu-nya sebagai Insan pesantren kita harus merespon persoalan ini.

Pertanyaan :

Masih dihukumi Asma'ul Mu'azham-kah tulisan tersebut ketika ditulis dengan huruf Indonesia?? Jika masih dihukumi Asma'ul Mu'azham, siapakah yang patut disalahkan atas kejadian tersebut??

Jawaban :

Untuk Asma' Mu'azham yang berupa Al-Qur'an dan ditulis dengan huruf Latin, tetap dihukumi Mushaf atau Asma'ul Mu'azham menurut Imam Ramli.

Sedangkan untuk selain Al-Qur'an, belum terbahas.

Ibarat :

حاشية الجمل شرح المنهج الجزء الأول ص : 76
(فائدة) سئل الشهاب الرملي هل تحرم كتابة القرآن العزيز بالقلم الهندي أو غيره فأجاب بأنه لا يحرم لأنها دالة على لفظه العزيز وليس فيها تغيير له بخلاف ترجمته بغير العربية لأن فيها تغييرا وعبارة الإتقان للسيوطي هل يحرم كتابته بقلم غير العربي قال الزركشي لم أر فيه كلاما لأحد من العلماء ويحتمل الجواز لأنه قد يحسنه من يقرؤه والأقرب المنع انتهت والمعتمد الأول اهـ برماوي وعبارة ق ل على المحلي وتجوز كتابته لا قراءته بغير العربية وللمكتوب حكم المصحف في الحمل والمس انتهت اهـ.

[Sumber : Bahtsul Masail NU (Nahdlatul 'Ulama)].

Penulis : Ghozali Hasan Siregar Almandili.

Senin, 22 Juli 2019

"Hukum Beramal Dengan Hadits Dha'if (Lemah)."

Ada segenap orang yang membid'ahkan amal ibadah yang berdalilkan dengan Hadits Dha'if.

Pendapat yang macam begini adalah keliru kalau tidak akan dikatakan salah besar.

Hadits yang Dha'if bukanlah Hadits yang Maudu' (hadits dibuat-buat), tetapi hanya Hadits yang lemah sanad-nya, dan bukan Hadits yang tidak benar, bukan Hadits bohong, karena asal-nya tetap dari Nabi SAW juga. Hadits yang dikatakan Dha'if atau lemah ini ialah Hadits yang derajat-nya kurang sedikit dari Hadits Shahih atau Hadits Hasan.

Hal ini dapat dicontohkan umpama-nya kepada sebuah Hadits dari Nabi SAW, kemudian turun kepada Mansur, turun lagi kepada Zaid, turun lagi kepada Khalid, dan akhir-nya turun kepada Ibnu Majah atau Abu Dawud.

Ibnu Majah atau Abu Dawud membukukan Hadits itu didalam kitab-nya.

Kalau orang yang bertiga tersebut, yaitu Mansur, Zaid, dan Khalid terdiri dari orang baik-baik, dengan arti baik perangai-nya, shaleh orang-nya, tidak pelupa akan hafalan-nya, maka Hadits-nya itu dinamai Hadits Shahih.

Tetapi kalau ketiga-nya atau salah seorang dari pada-nya terkenal dengan akhlak-nya yang kurang baik, umpama-nya pernah makan dijalanan, pernah buang air kecil berdiri, pernah suka lupa akan hafalan+nya, maka Hadits-nya dinamai Hadits Dha'if (lemah).

Pada hakikat-nya Hadits yang semacam ini adalah dari Nabi SAW juga, tetapi 'Sanad-nya' kurang baik. Bukan Hadits-nya yang kurang baik.

Ada lagi yang menyebabkan Hadits itu menjadi Dha'if, ialah hilang salah seorang daripada Perawi-nya.Umpama-nya seorang Tabi'in yang tidak berjumpa dengan Nabi mengatakan, 'Berkata Rasulullah', padahal ia tidak berjumpa dengan Nabi.

Hadits ini dinamai Hadits Mursal, yaitu Hadist yang dilompatkan ke atas tanpa melalui jalan yang wajar. Hadits ini ialah Dha'if juga.

Dan banyak lagi yang menyebabkan dan membuat sesuatu Hadits menjadi Dha'if atau lemah.

Tentang memakai Hadits Dha'if untuk dijadikan dalil, terdapat perbedaan pendapat diantara Imam-Imam Mujtahid, yaitu :

[1]. Dalam Madzhab Syafi'i, Hadits Dha'if tidak dipakai untuk dalil bagi Penegak Hukum, tetapi dipakai untuk dalil bagi 'Fadhailul A'mal'. Fadhailul A'mal maksud-nya ialah amal ibadah yang Sunnah-Sunnah, yang tidak bersangkut dengan orang lain, seperti dzikir, do'a, tasbih, wirid, dan lain-lain. Hadits Mursal tidak dipakai juga bagi Penegak Hukum dalam Madzhab Syafi'i, karena Hadits Mursal juga Hadits Dha'if. Tetapi dikecualikan Mursal-nya seorang Tabi'in bernama Said Ibnul Musayyab.

[2]. Dalam Madzhab Hambali lebih longgar. Hadits Dha'if bukan saja dipakai dalam Fadhailul A'mal, tetapi juga bagi Penegak Hukum, dengan syarat Dha'if-nya itu tidak keterlaluan.

[3]. Imam Malik, Imam Abu Hanifah, dan Imam Ahmad memakai Hadits yang Dha'if karena Mursal, baik untuk Fadhailul A'mal maupun bagi Penegak Hukum.

Nah, disini nampak bahwa Imam-Imam Mujtahid memakai Hadits-Hadits Dha'if untuk dalil, karena Hadits itu bukanlah Hadits yang dibuat-buat, tetapi hanya lemah saja sifat-nya.

Karena itu tidaklah tepat kalau amal-amal ibadah yang berdasarkan kepada Hadits Dha'if dikatakan Bid'ah, apalagi kalau dikatakan Bid'ah Dhalalah.

[Buku 40 Masalah Agama, Jilid III, Karangan K.H.Siradjuddin Abbas].

Penulis : Ghozali Hasan Siregar Almandili.

"Mengamalkan Sunnah Dengan Adab."

Oleh : Al-Habib Ali Zainal Abidin Bin Abdurrahman Al-Jufri.

Melaksanakan Sunnah harus sesuai dengan waktu, tempat, dan keadaan. Sekarang banyak yang semangat mengamalkan Sunnah, tapi tidak mengetahui kapan waktu yang tepat untuk mengamalkan-nya. Hanya modal semangat tanpa didasari dengan Ilmu.

Didalam sebuah Majlis-nya Asy-Syaikh Muhammad Al-Ghazali ('Ulama besar Al-Azhar Asy-Syarif), saat Beliau sedang menyampaikan pelajaran, duduklah salah satu murid yang setiap waktu terus bersiwak. Ia duduk tepat didepan Syaikh Ghazali.

Murid itu terus menggerakkan siwak dimulut-nya. Sesekali ia biarkan siwak itu menempel dimulut-nya, lalu kembali bersiwak dan menggerakan-nya kekanan dan kekiri.

Akibat tindakan-nya yang 'Sunnah' tersebut, konsentrasi Syaikh Ghazali menjadi terganggu. Gerakan-nya terlalu sering, hingga membuyarkan fokus.

Syaikh Ghazali lalu berkata, 'Nak, tolong sudahi siwak mu. Kamu mengganggu konsentrasi ku.'

Dengan nada tinggi dan penuh keyakinan karena menjalankan Sunnah, si murid menjawab, 'Wahai Guru, ini Sunnah Nabi. Apakah engkau mengingkari Sunnah??'

Syaikh Ghazali dan semua jama'ah terkejut atas jawaban murid tadi.

Namun dengan tenang Beliau berkata, 'Wahai anak ku, mencabut bulu ketiak juga Sunnah, apakah kamu akan mencabut-nya dimajlis ini??'

Se-isi ruangan pun tertawa hingga membuat si murid sadar bahwa tindakan-nya tersebut kurang tepat.

Penulis : Ghozali Hasan Siregar Almandili.

Minggu, 21 Juli 2019

"Kencinglah Seusai Bersenggama, Demi Kesempurnaan Mandi Janabat."

Oleh : Al-Habib Muhammad Shulfi Bin Abu Nawar Alaydrus, S.Kom (Pimpinan Majlis Ta'lim Nurussa'adah, Joglo).

قال له سيدي ذات يوم : اقض صلاة ثلاثة أيام، فقلت له ولم ذلك؟؟ قال لأنك أتيت أهلك اليوم الفلاني واغتسلت ولم تبل، و بعد الغسل بلت فخرج مع البول باقي المني فصلاتك من ذلك اليوم باطله. هذا قوله او كما قال.

[حلاوة القرطاس وجواهر الأنفاس، ص ١٨١].

Suatu hari ada seseorang bertamu kepada Al-Habib Abu Bakar Bin Abdullah Al-Athos (Guru dari Al-Habib Ali Bin Muhammad Al-Habsyi, Seiwun). Lalu Habib Abu Bakar berkata kepada tamu tersebut, 'Ulangi lagi shalat mu selama tiga hari.'

Tamu tersebut sontak kaget, karena dia merasa selama ini shalat-nya sah.

'Kenapa aku harus mengulangi shalat ku??'

Maka Habib Abu Bakar menjelaskan kepada tamu-nya dengan Ilmu yang telah Allah SWT berikan kepada Beliau (Kasyaf), 'Karena kamu telah mendatangi istri mu (bersenggama/behubungan badan) dihari itu, lalu kamu mandi dan kamu tidak kencing terlebih dahulu. Dan setelah mandi janabat kamu kencing, maka keluarlah bersamaan dengan kencing mu itu 'Mani' yang tersisa didalam, yang menyebabkan shalat mu dari saat itu tidak sah.'

Note : Dianjurkan setelah bersetubuh dan sebelum mandi janabat hendak-nya kencing terlebih dahulu.

Penulis : Ghozali Hasan Siregar Almandili.

"Hadits Larangan Fanatik Buta."

Dari Jubair Bin Muth'im RA, Rasulullah SAW bersabda :

ليس منا من دعا إلى عصبية، و ليس منا من مات على عصبية

Artinya : "Bukan termasuk golongan kami, orang yang mengajak kepada Fanatisme. Dan bukan termasuk golongan kami, orang yang mati karna Fanatisme."

[Hadits Shahih, Riwayat Muslim (1850), Abu Dawud (5121). Dan Annasa'i, Juz VII, Hal.123].

Penulis : Ghozali Hasan Siregar Almandili.

"Ayat-Ayat Sajdah."

Ayat-Ayat 'Sajdah' yang menyebabkan 'Sujud Tilawah' jika membaca atau mendengar-nya terdapat pada 15 tempat, yaitu :

[1]. Q.S.Al-A'raf : 206.
[2]. Q.S.Arrad : 15.
[3]. Q.S.Annahl : 50.
[4]. Q.S.Al-Israa' : 109.
[5]. Q.S.Maryam : 58.
[6]. Q.S.Al-Hajj : 18.
[7]. Q.S.Al-Hajj : 77.
[8]. Q.S.Al-Furqan : 60.
[9]. Q.S.Annaml : 26.
[10]. Q.S.Assajdah : 15.
[11]. Q.S.Shaad : 24.
[12]. Q.S.Fushshilat : 38.
[13]. Q.S.Annajm : 62.
[14]. Q.S.Al-Insyiqaq : 21.
[15]. Q.S.Al-'Alaq : 19.

Penulis : Ghozali Hasan Siregar Almandili.

"Risalah Untuk Al-Imam Husein Ibn Al-Imam Ali."

Oleh : Abuya Al-Habib Abu Bakar Bin Hasan Al-Athos Azzabidi (Tanah Baru, Depok).

التاريخ : ٩ محرم ١٤٤٠ هجرية

"Aku menulis surat kecil ini, dengan tangab yanh penuh noda dan dosa.

السلام عليك يا أبا عبدالله

Berbahagialah engkau Wahai Imam Husein, engkau telah menjalani apa yang telah dijanjikan Allah dan Rasul mu, bahwa engkau akan mengakhiri hidup mu dibumi Karbala, nama yang disebut oleh Allah, nama yang disebut oleh Rasul, nama yang disebut oleh Jibril, bahkan nama yang dibisikkan Ibu mu, yakni Fathimah kepada saudari mu yakni Zainab.

Berbahagialah segenggam tanah yang suci, dari tangan Yang Maha Suci, ke tangan Jibril yang suci, ke tangan Rasul yang suci, ke tangab Ayah dan Ibu mu yang selalu disucikan Allah Rabbul 'Aalamiin.

Bahkan Yunus Bin Matta AS, sering datang untuk mencium dan memegang tanah yang akan ditempatkan jasad mu wahai putra Fathimah, juga Isa AS berjalan dari Masjid Al-Aqsa ke Nainawa hanya untuk mencium tanah yang akan dibaringkan-nya jasad mu.

Berbahagialah wahai Imam Husein putra Rasul, Allah telah mengabadikan lima nama dalam Surat Al-Ahzab, sesungguh-nya keinginan Allah, bukan keinginan para Nabi, bahkan bukan keinginan para Malaikat untuk membersihkan kalian wahai keluarga Rasulullah, dari segala noda sebersih-bersihnya, bahkan Datuk mu Rasulullah telah memohon kepada Allah, agar Allah mencintai orang-orang yang mencintai mu wahai putra Fathimah.

Terimalah Risalah ku ini wahai putra Ali, wahai putra Fathimah, semoga Allah dan Rasul, Ayah dan Ibu mu dan engkau sendiri, meridhai aku dan keluarga, sebagai orang yang mencintai mu, dan aku memohon berikanlah syafa'at mu untuk orang-orang yang mencintai mu. Aamiin, Yaa Rabbal 'Aalamiin.

Berbahagialah wahai putra Rasul, berbahagialah wahai putra Ali, berbahagialah wahai putra Fathimah."

Penulis : Ghozali Hasan Siregar Almandili.

"Yang Tak Berpuasa, Hormati Yang Berpuasa."

Dijelaskan didalam Kitab Fathul Mu'in, pada Hamisy I'anatuth-thalibin :

ان الكفار مخاطبون بفروع الشريعة كالمسلمين عندنا.

Artinya : "Bahwa orang-orang Kafir itu dikhitab (dijatuhi ketetapan) dengan Furu' Syari'at, seperti juga hal-nya orang-orang Muslimiin pada madzhab kita."

Penulis : Ghozali Hasan Siregar Almandili.

"Shalawat Gubahan Al-Habib Abu Bakar Bin Muhammad Assegaf (Gresik)."

Oleh : Al-Ustadz Ahmad Syafi'i Hadianto (Pemerhati Sejarah dan Kolektor Peninggalan-Peninggalan Al-Habib Ali Bin Abdurrahman Al-Habsyi [Kwitang]).

بسم الله الرحمن الرحيم

اللهم صل على سيدنا محمد قمر الوجود في هذا اليوم و في كل يوم و في يوم الموعود سرا و جهرا في الدنيا و الأخرى و على آله و صحبه و سلم.

'Allahumma Shalli 'Alaa Sayyidinaa Muhammadin Qamaril Wujuudi Fii Hadzal Yaumi Wa Fii Kulli Yaumin Wa Fiil Yaumil Mau'uudi Sirraan Wa Jahraan Fiiddunyaa Wal Ukhraa, Wa 'Alaa 'Aalihi Wa Shahbihi Wa Sallam.'

Berkata Syaikhinaa Al-Habib Muhammad Bin Umar Bin Syahab, Beliau dapatkan langsung dari Guru Beliau, yakni Al-Habib Quthbul Ghauts Sayyidinaal Imam Abu Bakar Bin Muhammad Assegaf.

Siapa yang melazimkan membaca Shalawat tersebut, Insyaa Allah niat-nya akan Allah kabulkan.

Bacalah selepas shalat fardhu (lima waktu) sebanyak 10 atau 11 kali. Lalu kirimkan Surat Al-Fatihah untuk para 'Auliya dan Shalihiin, khusus-nya Al-Habib Al-Quthb Abu Bakar Bin Muhammad Assegaf.

Penulis : Ghozali Hasan Siregar Almandili.

"Hadits Larangan Memelihara Kuku."

Diriwayatkan dari Sayyidinaa Ali Bin Abi Thalib RA, Rasulullah SAW bersabda :

قلم أظفارك فإن الشيطان يقعد على ما طال منها

Artinya : "Keratlah (potong) Kuku engkau, sesungguh-nya setan memiliki hobi duduk bermain pada Kuku yang panjang."

[Kitab Musnad Al-Firdaus, Imam Addailami].

Penulis : Ghozali Hasan Siregar Almandili.

Sabtu, 20 Juli 2019

"Khasiat Do'a Untuk Pengarang Kitab."

Oleh : Dr.Abdi Kurnia Djohan, SH, MH (Dosen Pasca Sarjana di Universitas Indonesia [UI] dan Wakil Sekretaris LDNU 2015-2020).

Diantara adab para santri didalam membaca Kitab karya para 'Ulama yang sudah wafat adalah dengan membaca kalimat do'a berikut ini :

قال الشيخ المؤلف رحمه الله تعالى و ادام النفع به و بركة علومه في الدارين.

'Qaala Asy-Syaikhul Mu'allifu Rahimahullaahu Ta'aalaa Wa Adaamannaf'a Bihi Wa Barakata 'Uluumihi Fiiddaaraini.'

Artinya : "Berkata Asy-Syaikh Sang Penulis Kitab, semoga Allah mengucurkan rahmat kepada-nya, serta melanggengkan manfaat bagi-nya, dan melanggengkan barakah semua ilmu-nya didunia dan akhirat."

Kalimat do'a itu merupakan awal dari membaca Kitab, dengan harapan semoga Allah menurunkan kepahaman bagi orang yang membaca dan mendengarkan-nya.

Ini yang rupa-nya dimaksud oleh Almaghfurlah Gurunda Kiai Hasyim Muzadi sebagai ilmu yang mendatangkan hidayah.

Penulis : Ghozali Hasan Siregar Almandili.

"Persyaratan Menjadi Imam Shalat."

Didalam shalat berjama'ah, hal yang tidak boleh luput untuk diperhatikan adalah menentukan Imam. Sebab apa?? Sebab, jikalau Imam-nya tidak memenuhi syarat, bisa jadi shalat berjama'ah kita tertolak, tiada diterima oleh Allah Ta'aalaa.

Seperti contoh-nya, tidak akan diterima (tertolak) shalat-nya orang yang paham (mengerti) ilmu tajwid dan fasih membaca Al-Fatihah dari segi 'Makharijul Huruf' dan panjang-pendeknya Huruf menjadi makmum-nya orang yang tidak fasih membaca Al-Fatihah dengan 'Makharijul Huruf', Tajwid, dan panjang-pendeknya huruf.

Menurut Abul Laits Assamarkandi, didalam Kitab Tanbihul Ghafilin, ada 10 kriteria atau syarat menjadi Imam shalat agar menjadi sempurna :

[1]. Mampu membaca Al-Qur'an dengan baik, tidak boleh ada kekeliruan didalam bacaan.
[2]. Takbiratul Ihram harus yakin dan benar.
[3]. Harus menyempurnakan rukuk dan sujud.
[4]. Menjauhkan diri dari perkara 'Syubhat'.
[5]. Menjaga tubuh dan pakaian dari kotoran dan najis.
[6]. Tidak boleh membaca Surat yang terlalu panjang, kecuali sudah ada kesepakatan dengan Makmum.
[7]. Tidak boleh merasa bangga pada diri sendiri ('Ujub).
[8]. Istighfar kepada Allah sebelum shalat.
[9]. Selesai shalat seorang Imam tidak boleh berdo'a untuk diri sendiri.
[10]. Membantu 'Musafir' yang membutuhkan bantuan.

و قال المالكية : يقدم بعد الاسن الاشرف نسبا ثم الاحسن صورة ثم الاحسن اخلاقا ثم الاحسن ثوبا.

[كتاب جواهر الاكليل، جزء ١، صفحة ٨٣].

Menurut Madzhab Maliki : "Yang lebih tua lebih dikedepankan menjadi Imam, kemudian yang lebih baik nasab-nya, kemudian yang lebih tampan, kemudian yang lebih berakhlaq, kemudian yang lebih bagus pakaian-nya."

[Kitab Jawaahirul Ikliil, Juz I, Hal.83].

Penulis : Ghozali Hasan Siregar Almandili.